Showing posts with label SMA 3 Semarang. Show all posts
Showing posts with label SMA 3 Semarang. Show all posts

Sunday, June 28, 2009

Penyerahan Kembali ...



Hari Minggu 28 Juni 09 aku menghadiri acara “Pelepasan murid-murid kelas XII SMA Negeri 3 Semarang” di kampus sekolah yang berlokasi di Jalan Pemuda no. 149 Semarang. Waktu berangkat tidak ada rasa haru atau yang sejenisnya itu karena di postingan terakhir tentang Angie di blog http://my-lovely-star.blogspot.com aku menulis tentang perasaan ajaib yang selalu menimpaku tatkala Angie menginjak jenjang yang lebih tinggi.

Namun ternyata aku langsung terjebak perasaan haru tatkala sang MC menyebutkan acaranya sebagai “Penyerahan kembali murid-murid kelas XII SMA 3 kepada orang tua/wali murid”. PENYERAHAN KEMBALI ...
Gosh...

Jadi ingat tiga tahun sebelumnya tatkala Angie baru diterima di SMA 3. Angkatan Angie adalah angkatan pertama program Sekolah Berstandar Internasional, merupakan pilot project sekolah sekaligus pemerintah. Sekolah baru mulai membenahi fasilitas, kesiapan human resources, materi pendidikan, dll. Penerimaan siwa baru “masih” menggunakan sistem ‘rayonisasi’ yang menyebabkan anak-anak yang NEM nya “di bawah standar” asal tinggal di lokasi satu rayon dengan SMA 3 diterima. Tak pelak lagi hal ini menjadi keluhan yang berkepanjangan dari para guru yang merasa terbebani dengan progam SBI tersebut. Para orang tua senantiasa ‘dicekoki’ dengan keluhan ini setiap kali menghadiri rapat pertemuan antara sekolah dan orang tua/wali murid.

Tahun ini, thank God, SMA 3 meluluskan semua murid. Kontan kepala sekolah pun berkoar-koar, “Guru-guru SMA 3 telah membuktikan bahwa mereka tidak hanya bisa mengajar anak-anak yang memang dari ‘sononya’ sudah pintar. Guru-guru SMA 3 pun telah membuktikan bahwa SMA 3 adalah tempat yang sangat layak untuk mendidik generasi muda bangsa.” Well, untunglah pak kepsek tidak melupakan bahwa para orang tua juga ikut andil. Jadi ingat cerita Angie tatkala dia menghadiri acara ‘prom night’ beberapa saat lalu. Tatkala ada sambutan dari wakil murid-murid kelas XII, dikatakan, “Dengan kelulusan 100% tahun ini, kita telah membuktikan bahwa angkatan kita yang selama ini dianggap ‘underdog’ karena sistem rayonisasi, mampu mempersembahkan hal-hal yang membanggakan bagi almamater kita.”

Pak Kepsek pun dengan bangga menyebutkan dua murid yang mendapatkan beasiswa penuh dari ITB karena terbukti sebagai anak-anak yang cerdas namun berasal dari keluarga yang kurang mampu. (Konon, ITB memberikan 3 beasiwa penuh kepada calon mahasiswa dari seluruh Indonesia, dan dua dimenangkan oleh alumni SMA 3 Semarang.) Hal ini membuktikan bahwa SMA 3 adalah tempat berkumpulnya anak-anak cerdas dan berkualitas, dan bukan berkumpulnya anak-anak orang kaya (namun berotak kurang tajam).

(Hmm ... jadi ingat tatkala aku lulus SMP N 1 lebih dari dua dekade lalu, aku memilih SMA 3, dan bukannya sekolah yang berlokasi di Jalan Menteri Supeno dengan alasan, “Sekolah itu tempat berkumpulnya anak-anak orang kaya.”  Sedangkan beberapa teman yang menlanjutkan sekolah di sekolah itu mengatakan, “Ga berani sekolah di SMA 3, murid-muridnya pinter-pinter!” Btw, di pertengahan tahun lapanpuluhan, dua sekolah ini saling bersaing untuk menunjukkan mana yang pantas menyandang sekolah terbaik.)

Satu acara yang membuatku amat terharu adalah penyerahan penghargaan kepada lulusan terbaik. Bukan karena salah satu pemenangnya adalah my ex student at LIA, (sehingga aku merasa punya alasan untuk ikut andil mencerdaskannya, wkwkwkwkwk ...) namun karena 23 tahun lalu, aku pun berdiri di situ, sebagai salah satu lulusan terbaik. I didn’t regret that Angie was not there, bukan karena itu. Tapi 23 tahun lalu aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi pusat perhatian. (ehem ... LEBAY MODE ON. Wkwkwkwkwk ...) But suer, I was really touched when watching that moment.

Well ... Angie telah dengan resmi dikembalikan kepadaku oleh pihak sekolah. Angie telah resmi menjadi anggota ALSTE (alumni SMA 3 Semarang). Both of us are proud to be members of this community.  😁
Welcome back home, my darling sweetie hunny bunny apple pie.
 
PT56 17.30 280609

Thursday, February 22, 2007

Saat menjelang rapat

 


Ketika aku parkir sepeda motor di bawah satu pohon rindang di depan SMA N 3 untuk menghadiri rapat, datanglah seorang laki-laki yang kemudian memarkir motornya di sampingku. Dia tersenyum dan menyapaku. Berhubung telingaku sedang khusuk mendengarkan lagu dari MP, aku tidak mendengarnya. LOL. Yang kulihat hanyalah mulut orang tersebut seperti sedang berkata sesuatu, dan matanya tersenyum kepadaku. (Bisa bayangin kan, sorot mata yang tersenyum? Bisa bedain dengan sorot mata yang tajam menusuk menuduh kita melakukan suatu kesalahan, misalnya?)


Untunglah aku langsung sadar bahwa orang tersebut berbicara padaku sehingga aku lepaskan earphone dari telinga, dan bertanya kepadanya, “Kados pundi Pak?”


(I speak very little Kromo Inggil, if you care to know. LOL.)


“Mbak mau menghadiri rapat?”


“Oh, iya. Bapak juga kan?” aku berikan senyum manis kepadanya sekaligus untuk memberikan kesan bahwa aku minta maaf padanya karena tidak mendengar sapaannya sebelumnya. LOL.
“Iya.”

“Anaknya kelas berapa Pak?” tanyaku berbasa basi.

“Kelas X-11.”

“Oh, anak saya kelas X-9.”

Aku tahu setelah saling berbasa basi menyapa kita bisa berjalan bersama menuju ke tempat rapat diselenggarakan. Namun berhubung aku ini tipe orang yang mengidap penyakit asocial yang parah, aku langsung ngacir, setelah berpamitan, 

“Monggo Pak?”

Dia menjawab, “Monggo...”

Namun, ternyata dia tidak memahami bahasa tubuhku yang sebenarnya ingin memberitahunya bahwa aku ingin sendiri. Aku berjalan dengan langkah yang tidak panjang karena kakiku pun tidak panjang. LOL. Otomatis, laki-laki itu dengan mudah mensejajarkan diri dengan langkahku, dan bukannya mengambil arah yang berbeda dariku. Aku langsung berpikir, “Gimana cara beramah tamah lagi dengannya? Apa yang harus kukatakan?”

Akhirnya kutemukan satu pertanyaan yang sangat basi itu. “Anak Bapak lulusan SMP mana?”


Ternyata anaknya dulu satu sekolah dengan Angie, SMP N 1, namun berasal dari kelas yang berbeda. Angie di kelas 3D sedangkan anaknya di kelas 3A.

Out of the blue, si Bapak itu berkata, “Istri saya ga mau saya minta untuk menghadiri rapat-rapat seperti ini. Terpaksa saya datang sendiri.”

“Oh ...” jawabku pendek. (menurut cara berkomunikasi yang baik yang pernah kubaca, jawaban pendek seperti “oohh....” “hmmm...” “iya ....” tanpa mengatakan apa-apa lagi setelah itu termasuk cara killing conversation yang sukses. LOL. )

Betapa aku ini orang yang tidak ramah. 😃

Namun, dalam pikiranku aku langsung berpikir, mengapa orang ini berbicara seperti itu? Untuk urusan anak kan ga perlu ada garis pembatas ini urusan sang ibu maupun sang ayah? Kalau memang sang ibu sibuk bekerja di kantor, dan sang ayah yang punya waktu luang, mengapa tidak? 

Kebetulan saja aku ini single parent, yang tidak bekerja 8-4 di belakang meja dengan melototin monitor komputer ataupun dengan balpoint di tangan kanan dan telepon di tangan kiri menerima keluhan dari klien, misalnya.. So, it is not a big deal bagiku untuk selalu menghadiri acara rapat seperti ini di sekolah anakku. 

Well, hanya sekedar catatan kecil waktu aku menghadiri rapat di sekolah anakku. 


PT56 13. 40 220207

SMA N 3 Semarang


 

Rabu 21 Februari 2007, aku menghadiri rapat orang tua siswa dengan sekolah di sekolah Angie, SMA N 3 Semarang. FYI, mulai tahun ajaran 2006/2007, SMA N 3 Semarang mendapatkan kepercayaan dari pemerintah Jawa Tengah untuk menjalankan program SNBI (Sekolah Nasional Berstandar Internasional). Kepercayaan ini tentu saja tidak datang tiba-tiba, namun didasarkan atas prestasi SMA N 3 Semarang selama ini yang selalu menjadi sekolah unggulan, yang mencetak bibit-bibit unggul. Salah satu alumni SMA N 3 Semarang yang sangat dibanggakan adalah Sri Mulyani, salah satu dari sedikit menteri perempuan yang sampai saat ini dimiliki oleh Indonesia.


Darimanakah bibit-bibit unggul tersebut berasal? Tentu saja berasal dari calon-calon siswa yang setiap tahun berduyun-duyun datang mendaftar. Dari hasil test maupun saringan hasil NEM tertinggi, SMA N 3 mendapatkan calon bibit unggul tersebut. Siswa-siswa yang bersekolah di SMA N 3 Semarang tidak melulu hanya dari mereka yang berdomisili di Semarang, namun juga berasal dari kota-kota sekitar, misal Purwodadi, Demak, dan Ambarawa, dan beberapa kota lain. Tentu mereka yang diterima di SMA N 3 adalah siswa-siswa yang memang dari sononya memiliki kualitas bagus, namun di kota asal mereka tidak mendapatkan sekolah yang mereka (atau orang tua mereka) pikir cukup berkualitas, sehingga mereka pun hijrah ke Semarang dan melanjutkan sekolah ke SMA N 3.


Cara penyaringan siswa begini memberikan dampak kecemburuan sosial atas sekolah-sekolah lain yang terletak di segala penjuru kota Semarang. Siswa-siswa berkualitas yang berdomisili dekat dengan sekolah-sekolah tersebut tidak melirik sekalipun untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah yang (sayangnya) memiliki kualitas pas-pasan. Mereka berbondong-bondong belajar di SMA N 3, meskipun lokasi rumah dengan sekolah lumayan jauh.


Inilah sebabnya pada penerimaan siswa baru sekolah negeri tahun ajaran 2006/2007 diberlakukan sistem rayonisasi, sehingga siswa-siswa hanya bisa melanjutkan ke sekolah-sekolah yang letaknya satu rayon dengan tempat tinggal mereka. Seandainya mereka ingin menyeberang rayon, mereka harus memiliki NEM yang tinggi. Prosentase penerimaan siswa dalam dan luar rayon adalah 60%:40%. Sekolah-sekolah harus memprioritaskan calon-calon siswa yang berdomisili di dalam rayon, hingga mencapai 60% dari keseluruhan jumlah calon siswa yang akan diterima, baru menerima calon-calon siswa yang berdomisili di luar rayon.


Namun, ternyata sistem rayonisasi seperti ini berdampak buruk bagi SMA N 3 meskipun menguntungkan bagi sekolah-sekolah negeri yang lain, karena akhirnya mereka mendapatkan calon-calon bibit unggul yang kebetulan tidak dapat diterima di sekolah-sekolah favorit, salah satunya SMA N 3. Untuk memenuhi prosentase 60% tersebut, SMA N 3 terpaksa menerima calon-calon siswa yang memiliki NEM rendah. (Catatan: SMA N 3 terletak di satu lokasi dimana memang jarang ada tempat tinggal, kebanyakan adalah bangunan kantor, maupun pusat-pusat keramaian lain. Dengan pemekaran kota Semarang, tentu saja lebih banyak tempat tinggal yang terletak di pinggiran kota.)


Hal ini membuat pihak sekolah keberatan karena dengan input yang kurang bagus, mereka harus menerapkan sistem SNBI. Untuk memenuhi sistem SNBI, selain SMA N 3 harus menyediakan sarana dan prasarana yang memadai (misal: ruang kelas harus ber-AC, setiap kelas dilengkapi dengan komputer dan LCD yang terhubung ke internet, plus kenyamanan-kenyamanan lain yang mungkin setara dengan sekolah di luar negeri), kurikulum pilihan, ada beberapa pelajaran yang disampaikan dalam bahasa Inggris, yang berarti harus menyiapkan human resources yang memadai.


Setiap kali aku menghadiri rapat orang tua siswa-sekolah, kepala sekolah tidak pernah bosan-bosannya mengeluhkan masalah ini  input yang kurang memadai, namun harus mengikuti sistem SNBI. 


Rapat hari Rabu kemarin membahas tentang persiapan penjurusan setelah naik ke kelas 2. Jika dalam waktu beberapa tahun terakhir ini SMA N 3 tidak membuka jurusan Bahasa, tahun ini SMA N 3 membuka jurusan yang sudah lama dianaktirikan ini, dengan alasan mengingat input yang sangat bervariasi. Sekolah tidak lagi bisa memaksakan siswa untuk hanya masuk ke dua jurusan IPA dan IPS. 

Rapat dimaksudkan untuk memberitahukan kepada orang tua siswa untuk mempersiapkan anak-anaknya sebaik mungkin, sembari mengingat minat, bakat, dan kemampuan masing-masing. Mengapa? Karena sering terjadi seorang anak memilih jurusan yang dianggap bergengsi—IPA—bukan karena minat dan bakat si siswa, namun karena gengsi orang tua. Dengan mengingatkan bahwa input tahun ini tidak atau kurang bagus dibanding tahun-tahun lalu, pihak sekolah ingin bahwa para orang tua juga memaklumi hal ini. tidak lah serita merta seorang anak yang biasa-biasa saja kemampuannya tiba-tiba menjadi luar biasa setelah bersekolah di SMA N 3. 


Sementara itu, berdasarkan hasil rapot semester I, memang terlihat dengan jelas gap nilai yang didapatkan oleh siswa-siswa yang NEM nya cukup tinggi (SMA N 3 menggunakan tolok ukur yang mereka pakai pada penerimaan siswa baru tahun ajaran 2005/2006 yakni minimal NEM 26) dengan mereka yang NEM nya di bawah itu. 


Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh SMA N 3 selama semester 1 kemarin untuk meningkatkan prestasi akademik siswa adalah dengan memberlakukan matrikulasi mata-mata pelajaran tertentu yang dirasa kurang dikuasai oleh siswa. Matrikulasi dilakukan pada jam ke-0 alias pukul 06.45-07.00. Selain itu juga dengan mengadakan her alias mengulang tes seandainya nilai tes yang didapatkan se belumnya berada di bawah standar kelulusan yakni nilai 75.


Semester 2 ini baru berjalan selama satu bulan. Akankah pemberian matrikulasi (atau pelajaran tambahan) dan pemberlakuan her akan meningkatkan prestasi akademik para siswa yang tatkala masuk SMA N 3 memiliki NEM yang pas-pasan? Pihak sekolah memberitahukan bahwa seorang siswa akan tinggal kelas jika dia mendapatkan nilai kurang dari 75 untuk lebih dari 3 mata pelajaran. 


PT56 23.55 210207

Saturday, February 10, 2007

SMA N 3 Semarang



Seberapa beratkah menjadi murid SMA 3 Semarang, terutama mulai angkatan Angie yang dibebani dengan mutu SNBI? 


Jadi ingat ketika aku masih duduk di bangku SMA 3 lebih dari dua puluh tahun yang lalu. Kalau ada guru praktek—mahasiswa IKIP—aku dan teman-teman suka ngeliat guru-guru praktek yang grogi menghadapi siswa-siswa SMA 3 yang terkenal (biasanya) lebih cerdas dibanding sekolah-sekolah lain. LOL. Sering mereka berkeringat dingin ketika berada di depan kelas. Khawatir siswanya lebih cerdas dibanding mereka sendiri. LOL. (NOTE  jaman itu, ada juga stereotyping: mahasiswa UNDIP lebih cerdas dibanding mahasiswa IKIP, yang notabene guru-guru praktek itu kurang cerdas. Oh well, bagaimana mereka akan mencerdaskan generasi mendatang kalau mereka sendiri tidak (atau kurang) cerdas?


Sekarang aku berprofesi sebagai guru. Apakah aku grogi tatkala menghadapi siswa-siswa cerdas? Khawatir keliatan gobloknya? Hahahahaha ... Ternyata enggak tuh? I even love smart students more than those who are less smart. Gampang banget to explain about something. Ga perlu pakai acara ngotot kalau sedang menjelaskan. LOL. So, sekarang kupikir, betapa enaknya guru-guru SMA 3 Semarang itu yang menghadapi (kebanyakan) siswa-siswa yang cerdas. They don’t need to work hard, do they?
Talking about facing smart students, jadi ingat omongan Abang, “How if your student outsmarts you?” ketika aku memujinya sebagai, “My smart student” terutama kalau kuajak adu reading between the lines. See? Dia juga a snob kan? Hahahaha ... kata Phillip, teman blogku dari Inggris, “an intellectual snob.” LOL. 


Oh well, Angie dan teman-temannya yang keberatan dengan tugas ini itu dengan standar nilai 75 itu. Guru-gurunya (mungkin) yang tidak keberatan atau kesulitan ketika explaining things before the class. Or do they?


PT56 23.15 050207

Thursday, July 06, 2006

Kamis, 6 Juli 2006

foto dijepret tahun 2007

Hari ini adalah hari terakhir pendaftaran ke SMA Negeri.

 

Sekitar jam 9, aku dan Angie meninggalkan rumah menuju ke SMA N 5 setelah mengambil hasil afdruk pas foto Angie dan juga fotocopy surat KK.

 

Keputusan yang kuambil tadi malam, dan Angie juga setuju, pilihan pertama SMAN 3, sedangkan pilihan ke dua SMAN 5. Tapi, berhubung hari Senin yang lalu aku beli formulir pendaftaran di SMA N 5, aku dan Angie berangkat mendaftar ke SMAN 5, meskipun SMAN 5 menjadi pilihan kedua. 

 

Dari SMAN 5, kita berdua jalan-jalan ke Java Mall, Angie males pulang ke rumah, sedang pengen ngeluyur, LOL, so, aku dengan baik hati menemaninya. LOL.

 

Pertama kali yang kita lakukan adalah having brunch at McDonald's there. Aku pesan seporsi PANAS untukku sendiri, sedangkan Angie pesan spaghetti dan french fries. We were talking a lot while having our meal. This is one thing I always enjoy when going windowshopping with my lovely star. Kita makan sambil ngobrol, dan hari ini kebanyakan Angie bercerita tentang teman-temannya.

 

Dari McD, kita naik ke lantai 3, ke TB Gramedia, lihat-lihat buku. Gara-gara lihat buku inilah, aku jadi naksir sebuah buku yang berjudul KAJIAN BUDAYA FEMINIS: TUBUH, SASTRA, dan BUDAYA POP tulisan Aquarini Priyatna Prabasmoro.

 

Dari GM, kita berdua mampir ke TB TOGA MAS, toko buku yang selalu memberi diskon. Dan, akhirnya aku membeli buku Aquarini di sini, lumayan kan ngirit berapa ribu rupiah. LOL. Harga semula Rp. 84.000,00, diskon 15% menjadi Rp. 71.400,00 A good buy, huh? LOL.

 

Dari Toga Mas, aku mengantar Angie pulang, baru aku ke kantor.

 

Dan sekarang, sekitar pukul 20.06, aku barusan ngecek JURNAL hasil pendaftar calon siswa di SMAN 3 dan SMAN 5. Well, menurut hasil jurnal, posisi Angie aman di SMAN3 karena dia berasal dari dalam rayon.

 

Really wish her the best luck for her study!!!

 


 


Wednesday, July 05, 2006

Rabu malam, 5 Juli, 2006

foto dijepret tahun 2007, Angie sudah jadi siswa SMA N 3 😍

Barusan kelar ngajar jam 7pm tadi, aku langsung cabut ke SMA N 3 dan SMA N 5 untuk menjajal keberuntungan untuk ngeliat jurnal. Sebelum jam 6, aku sms Angie to watch TVKU untuk ngeliat jurnal. Ternyata Angie didn't find such a program on TV. She told me via sms. Itu sebabnya aku langsung cabut ke SMA N 3 dan SMA N 5 untuk ngeliat jurnal.

 

Sebelumnya aku berpikir mungkin situasi sekolah gelap, sepi, so aku ga bakal bisa ngeliat jurnal, and ternyata SALAH BESAR. LOL. Di SMA N 3 kutemui banyak bapak-bapak/ibu-ibu yang lagi nongkrongin papan pengumuman sambil bercakap-cakap kira-kira apakah anaknya masih punya kesempatan untuk diterima. Ketika aku langsung nimbrung dengan menjawab, "312" (pertanyaan salah seorang dari orang-orang itu adalah, "Berapakah 60% dari 520?"), mereka langsung memandangku, dan menyapaku dengan panggilan "mbak..."

 

Jadi inget waktu mengambil hasil kelulusan Angie di SMP N 1. Wali kelasnya mengenaliku sebagai salah satu muridnya, "Lah, dulu siswa SMP N 1 yah?" Setelah aku mengiyakan dan merasa senang ternyata wajahku masih dikenali oleh mantan guru yang sudah berlalu 23 tahun, beliau, bu Endang tanya lagi, "Kamu kakaknya atau ibunya Dzikrina nih?" Bu Endang hampir tidak percaya kalo aku adalah nyokapnya Angie, dan bukan kakaknya. LOL. Wajahku masih keliatan terlalu muda untuk memiliki anak seusia 15 tahun? LOL. Aku yang berwajah awet muda, ato aku yang terlalu muda waktu melahirkan Angie? LOL. I was 23 years old at that time!!! Not too young to have a baby, do you agree? LOL.

 

Balik ke cerita 'perburuanku' akan hasil jurnal.

 

Ah well, Lelaki Terindahku itu apal banget kalo aku lagi nulis email, ato apa aja, selalu ada distraction. LOL.

 

Dari SMA N 3 aku menuju ke SMA N 5 yang berjarak kurang dari 50m. Ternyata di sini pun ada banyak orang. Bahkan ada orang yang jualan hasil jurnal hampir seluruh sekolah negeri di Semarang dengan harga 3000 perak. Aku langsung beli untuk kutunjukkan ke Angie.

 

Dari SMA N 5, aku balik ke kantorku yang satunya untuk ngecek email dan blog. Dan juga nulis 'laporan' singkat ini tentunya.

 

Well, berdasarkan pantauan jurnal yang kulakukan hari ini, kesempatan Angie untuk diterima di SMA N 3 cukup tinggi, karena dia berasal dari dalam rayon!!!

 

Thank goodness.

 

Besok adalah hari terakhir pendaftaran. Aku akan mengajak Angie ke SMA N 3 untuk mendaftar jam 8 pagi!!!

 

Kesimpulanku waktu nulis ini, pilihan pertama jatuh ke SMA N 3 dan pilihan kedua SMA N 5. Entah nanti setelah pulang dan diskusi dengan Angie. Will she agree with me?

 

Tapi yang pasti tadi waktu ninggalin SMA N 3, I said, "SMA N 3, wait for my beloved daughter's arrival as a student here!!!"

 

Wish my lovely star the best luck, will ya?