Putus merupakan hal yang sangat jamak terjadi di kalangan mereka yang sedang menjalin hubungan. Yang sudah dipersatukan dalam tali perkawinan saja bisa bercerai apalagi hanya mereka yang baru dalam taraf pacaran. Pertanyaannya kemudian adalah: "sampai taraf manakah 'putus' ini direlakan saja untuk terjadi?"
Seberapa lama atau pendek waktu yang menunjukkan 'usia' hubungan bukanlah hal yang penting untuk dijadikan patokan. Misal, jika hubungan berlangsung baru beberapa minggu atau bulan maka biarkan sajalah untuk putus; sedangkan yang sudah tahunan sebaiknya jangan. Akan lebih 'wise' jika kita menganalisis penyebab hubungan tidak berjalan dengan baik.
Beberapa 'kasus' temanku yang terekam ingatanku.
- Ada seorang mantan rekan kerja yang pacaran sampai sekitar sepuluh tahun -- dari waktu duduk di bangku SMA, sampai lulus kuliah dan bekerja -- akhirnya putus, karena si laki-laki ga juga 'berani' memutuskan untuk melanjutkan hubungan ke jenjang berikutnya, sementara temanku sudah 'kebelet' untuk menikah, mungkin juga mengingat 'umur'. Kebetulan pada waktu itu ada laki-laki lain yang mendekati temanku itu dan berniat untuk segera menikahinya.
- Seorang rekan lain pacaran selama kurang lebih sepuluh tahun pula. Namun berhubung pacarnya tinggal di kota lain dengan temanku ini mengaku tidak bisa hidup tanpa memiliki pacar, di kota tempat tinggalnya pun dia punya pacar lain, silih berganti, dengan catatan sepengetahuan dan seijin pacarnya. Mengaku sempat tergoda dengan 'pacar-pacar mainan' lain itu, toh akhirnya temanku ini menikahi pacar yang dengan sabar 'membolehkannya' main hati.
Beberapa saat lalu Angie sempat cerita tentang teman kuliahnya yang putus setelah pacaran dua tahun. Sebagai teman baik, Angie berusaha 'hanya' menjadi pendengar yang baik, dan tidak 'menghakimi' apakah keputusan untuk putus itu layak atau tidak dilakukan. Namun tatkala teman-teman lain berkomentar, ""Waddduuuuhhh sayang dong kok putus? Memang udah ga bisa diperbaiki lagi? Ibarat kalau kamu mau berangkat ke kampus, kamu tuh sudah sedikit lagi sampai, tapi kenapa harus patah hati hanya gara-gara terantuk batu kerikil kemudian pulang?" Angie sempat hampir saja komen sesuatu. Darimana tuh teman-teman yang 'sok' perhatian tahu bahwa si X ini telah akan sampai tujuan?
Angie hampir saja mengucapkan hal yang ternyata ada di benakku (like mother like daughter beneran ternyata kita berdua, hihihihi ...) ketika kemudian X berucap, "Terus terang dalam perjalanan aku telah jatuh berulang kali, teratnutk batu kerikil kecil, batu besar, terjerembab ke dalam selokan, berdarah-darah. Masak dalam keadaan seperti ini aku harus melanjutkan perjalanan? Bukankah lebih baik aku pulang saja?"
Angie juga bilang 'feeling' dia mengatakan bahwa X's ex boyfriend pasti telah cheated on her. Dan beberapa saat kemudian, memang terbukti laki-laki itu telah berkhianat.
"He deserves to get a second chance?"
Hmmm ... tergantung yang menjalanilah. Toh X telah memutuskan untuk mengusaikan hubungan itu. Dan sebagai teman yang baik, ya "just lend ears" tanpa "judging".
Aduhhh keselnya aku waktu mendengar analogi "sudah mau nyampe kok bla bla bla ..." How pathetic that analogy is. Sangat amat mendingan putus daripada berdarah-darah dilanjutin hubungan itu, apalagi berlanjut sampai pernikahan. Putus toh tidak berarti dunia berhenti berputar kan?
Anyway, I am proud of my Lovely Star lah ...
PT28 20.15 160311