Seberapa beratkah menjadi murid SMA 3 Semarang, terutama mulai angkatan Angie yang dibebani dengan mutu SNBI?
Jadi ingat ketika aku masih duduk di bangku SMA 3 lebih dari dua puluh tahun yang lalu. Kalau ada guru praktek—mahasiswa IKIP—aku dan teman-teman suka ngeliat guru-guru praktek yang grogi menghadapi siswa-siswa SMA 3 yang terkenal (biasanya) lebih cerdas dibanding sekolah-sekolah lain. LOL. Sering mereka berkeringat dingin ketika berada di depan kelas. Khawatir siswanya lebih cerdas dibanding mereka sendiri. LOL. (NOTE jaman itu, ada juga stereotyping: mahasiswa UNDIP lebih cerdas dibanding mahasiswa IKIP, yang notabene guru-guru praktek itu kurang cerdas. Oh well, bagaimana mereka akan mencerdaskan generasi mendatang kalau mereka sendiri tidak (atau kurang) cerdas?
Sekarang aku berprofesi sebagai guru. Apakah aku grogi tatkala menghadapi siswa-siswa cerdas? Khawatir keliatan gobloknya? Hahahahaha ... Ternyata enggak tuh? I even love smart students more than those who are less smart. Gampang banget to explain about something. Ga perlu pakai acara ngotot kalau sedang menjelaskan. LOL. So, sekarang kupikir, betapa enaknya guru-guru SMA 3 Semarang itu yang menghadapi (kebanyakan) siswa-siswa yang cerdas. They don’t need to work hard, do they?
Talking about facing smart students, jadi ingat omongan Abang, “How if your student outsmarts you?” ketika aku memujinya sebagai, “My smart student” terutama kalau kuajak adu reading between the lines. See? Dia juga a snob kan? Hahahaha ... kata Phillip, teman blogku dari Inggris, “an intellectual snob.” LOL.
Oh well, Angie dan teman-temannya yang keberatan dengan tugas ini itu dengan standar nilai 75 itu. Guru-gurunya (mungkin) yang tidak keberatan atau kesulitan ketika explaining things before the class. Or do they?
PT56 23.15 050207
No comments:
Post a Comment