Friday, December 29, 2023

Gunung Kidul (spill ...)

 

Setelah memendam hasrat ingin dolan ke dua tempat ini selama hampir 10 tahun (lebay ga sih ini? lol) akhirnya di hari Minggu 24 Desember 2023, aku dan Angie berkesempatan dolan ke destinasi wisata yang terletak di Gunung Kidul ini.

well, kisah lengkapnya belum sempat kutulis. tahun depan saja, pas waktu luangku banyak. 

(this is 29 December 2023. the New Year 2024 will come very soon!)





 PT56 29.12.2023

Kotatoea December 2023

 sebagai 'bude' (well, aku membiasakan dua keponakan memanggilku 'Mama Nana' sih, bukan bude) yang baik, lol, pada hari Minggu 17 December 2023, aku mengajak kedua keponakan dolan ke Kotatoea, satu outlet oleh-oleh yang terletak 'nyaris' di ujung Timur Jl. Brigjend Sudiarto (yang dulu disebut Jl. Majapahit), mumpung mereka telah menyelesaikan semester gasal. 

dalam rangka memberi anak-anak pengalaman untuk naik bus Trans Semarang, aku pun mengajak mereka naik bus ini. dari rumah kami naik taksi online sampai seberang ADA Dept. Store. dari sana, kami naik Trans Semarang jurusan Penggaron. aku lupa melihat jam untuk ngecek berapa lama perjalanan naik bus ini. 'untung' situasi di dalam bus tidak terlalu penuh sehingga kami berenam -- aku, Angie, Noek adikku dan dua keponakan, -- mendapat tempat duduk semua. oh ya, Mamanya dua bocah itu tidak ikut karena baru saja dia pulang dari opname di rumah sakit.

aku tertarik mengajak anak-anak ke sini setelah melihat content IG yang menunjukkan bahwa di bulan Desember 2023 ini Kotatoea dihiasi ala-ala Natal. (bulan April 2023 waktu pertama kali aku dan Ranz ke Kotatoea, interiornya ala-ala Turki.)

Here are some photos taken on 17 December 2023. Angie ogah kufoto, jadi ya nyaris ga ada fotonya di sini.















Saturday, December 16, 2023

Alissa Rosi Sativa

 

foto lawas: ki-ka Ochi, Ade, Angie

Pagi ini, Sabtu 16 Desember 2023, saat aku sedang sibuk di dapur sekitar pukul 07.00, Angie -- yang semalam tidur di kamarku, bukan di kamarnya sendiri -- mendatangiku, menangis sejadi-jadinya. Aku yang bingung tidak tahu apa yang membuatnya menangis, hanya bisa memeluknya. Selama beberapa menit, aku tidak berani bertanya what went wrong, sambil mengira-ira apa yang menyebabkannya menangis seperti itu.

 

Hingga tiba-tiba aku ingat seorang sahabat Angie saat SMA, Ochi, yang selama kurang lebih 7 bulan terakhir sakit, berulang kali keluar masuk rumah sakit. Awalnya, karena bagian ujung paha kirinya bengkak berisi air. Penyebabnya tidak jelas. Karena itu, Ochi harus menjalani operasi, mengeluarkan air itu. Saat Angie menengok -- Angie ga tega menengok saat Ochi masih di rumah sakit, jadi dia menunggu sampai kondisi Ochi membaik dan pulang ke rumah -- Ochi sudah dalam kondisi jauh lebih sehat, dan bisa bercerita bahwa tubuhnya terasa lebih enakan setelah operasi. Penyebab bengkaknya paha itu tidak dimengerti.

 

Beberapa bulan berlalu. Ochi memberi kabar ke Angie kalau gantian paha kanannya yang membengkak. Berita ini disusul dengan info bahwa Ochi harus menjalani kemo. Kok kemo? Apa Ochi kena kanker? Ochi tetap tidak memberitahu Angie dengan jelas sakitnya apa. Dia pun sempat ganti dokter untuk mendapatkan second opinion. Kabar 'baik'nya adalah Ochi merasa lebih segar tubuhnya setelah menjalani kemo. Ya syukurlah ya.

 

Beberepa bulan kemudian, Ochi mengabari HB-nya turun drastis, jauh di bawah normal. Tantenya Angie -- adik ragilku -- juga pernah mengalami BH turun drastis, penyebabnya waktu itu ada infeksi saluran kencing yang dialami adikku. Ochi bertanya apa yang perlu diminum / dikonsumsi untuk menormalkan HB-nya itu. Saat itu, Ochi kembali dirawat di rumah sakit.

 

Seperti Angie yang kadang tidak berani bertanya kepada Ochi bagaimana kabarnya, aku pun ga berani bertanya ke Angie apakah ada kabar terbaru dari Ochi.

 

Dan begitu saja, ketika aku memeluk Angie yang masih menangis tersedu-sedu, aku mendengar Angie menyebut nama, "Ochi Ma …"

 

Kata orang bijak, tidak pernah ada kata 'terlalu cepat' atau 'terlalu lambat' saat kematian datang. Akhirnya saat itu datang menghampiri Ochi. Angie terakhir berbincang dengan Ochi sekitar seminggu yang lalu, Angie bertanya via WA bagaimana kabarnya. Dua hari kemudian Ochi baru sempat membalas, dia bilang dia barusan kemo lagi. Kali ini, kemo yang harus Ochi jalani membutuhkan waktu 3 hari! Tentu Ochi lelah, itu sebab saat membalas WA Angie, dia bilang, "maaf ya Nji, aku ga bisa ngobrol banyak, aku masih lemes." dan Angie pun tidak bisa membayangkan sakit yang diderita Ochi seperti apa ketika harus menjalani semua proses pengobatannya.

 

Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, Ochi. Pulanglah ke haribaan Allah dengan tenang. You will be dearly remembered by good friends of yours.

 



Monday, December 04, 2023

Hello Pacitan!: Day 2: Watukarung beach and Maron river

 


Minggu 1 Oktober 2023

 

Aku bangun sekitar jam 5 pagi, langit terlihat sudah cukup terang, tapi aku ragu-ragu untuk langsung mengajak Ranz jalan ke pantai. Apalagi kulihat ada mendung menggantung di langit. Dan sehari sebelumnya aku melihat gugusan karang/gunung di sebelah Timur. Pasti saat matahari terbit, dia akan tertutup gunung itu, aku tidak akan bisa leluasa memotret untuk mendapatkan foto sunrise yang keren.

 

Namun akhirnya aku mengajak Ranz jalan ke pantai juga sekitar pukul 05.40. Angie masih tidur, maka dia tidak kuajak. Selain aku dan Ranz, mbak Niken dan Deven ikut kami berjalan ke pantai. Sesampai pantai, air laut ternyata sedang surut, jadi kami bisa berjalan melewati pasir menuju hamparan karang yang terletak setelah hamparan pasir.

 

Di pinggir pantai kulihat ada 3 tenda terpasang, padahal semalam waktu kami jalan-jalan ke pantai, tenda-tenda ini belum terlihat. Berarti rombongan ini datang setelah aku, Angie, dan Ranz meninggalkan pantai. Ini berarti ada juga orang-orang yang berangkat menuju pantai Watukarung di sore hari, sampai di lokasi malam hari, kemudian mereka memasang tenda dan tidur di dalamnya semalam.

 


 

Sekitar pukul 06.30 kami balik ke penginapan. Sarapan untuk kami diantar setelah kami kembali ke penginapan. Seperti yang dikatakan oleh pengelola penginapan via WA saat aku melakukan booking, rumah ini bisa diisi oleh berapa pun orang (misal sampai 10 orang juga cukup), namun pengelola hanya memberi kami sarapan 6 buah. Isi kotak sarapan kami: nasi, mi goreng yang diberi irisan cabe, dan telur ceplok.

 

Usai sarapan, aku mandi dan packing. Kulihat Ranz dll sudah packing, meski mereka belum mandi. Sementara itu, Ranz, Deven, mbak Niken dan mas Martin dolan ke pantai. Rama juga diajak tentunya.

 

Sekitar pukul 08.45 gantian aku mengajak Angie ke pantai. Jam segini ternyata air laut kembali pasang, meski belum sampai semua hamparan pasir tertutup air laut. Meskipun begitu cukup menyenangkan mengetahui betapa air laut naik turun dengan mudahnya.

 

Pukul 09.30 kami meninggalkan penginapan. Tujuan kami selanjutnya adalah Sungai Maron. Yang ingin ke sini Ranz. Tentu saja aku juga mau, jadi teringat saat kami naik perahu melewati sungai (entah apa namanya) menuju Rammang-Rammang di Makassar. Kami sampai sana sekitar pukul 10.30. di sana terlihat banyak sekali wisatawan yang sedang antri mau naik perahu. Untunglah perahunya banyak, jadi ga perlu ngantri lama-lama.

 










 

Satu perahu dibanderol Rp. 100.000,00, dan satu perahu boleh dinaiki oleh 4 orang dewasa. Perahu yang kami sewa kami naiki berempat: aku, Angie, Ranz dan Deven. Mas Martin memilih menemani mbak Niken yang menjaga Rama. Arah perahu yang kami naiki adalah pantai Ngiroboyo. Namun perahu yang kami naiki sudah kembali ke 'dermaga' sungai Maron, meski belum sampai pantai / laut lepas.

 

Kami sudah kembali ke dermaga sebelum jam 12. saatnya makan siang!

 

Sekitar jam 13.00 kami meninggalkan area wisata sungai Maron. Semula aku pengen mampir ke Pantai Banyutibo. Tapi karena khawatir kemalaman sampai Solo -- aku dan Angie harus langsung pulang ke Semarang -- akhirnya kuputuskan tidak usah mampir saja. Kami langsung menuju Solo.

 

Kami sampai rumah Ranz di kawasan Laweyan sekitar pukul 16.15. pukul 18.15 aku dan Angie sudah naik travel untuk kembali ke Semarang. Horraaayyy.

 

See ya in our next traveling.

 

PT56 14.04 24 Oktober 2023

 

Hello Pacitan! Day 1: Pantai Kasap

 

Terakhir aku dolan ke Pacitan itu bulan Oktober 2013, tepat 10 tahun yang lalu. Aku mengajak Angie ke Pantai Klayar, pulangnya mampir ke Goa Tabuhan. Dan … akhirnya, di akhir bulan September 2023 kesempatan itu datang lagi. Well, meski ini sebenarnya bukan tujuan pertama, melainkan hanya iseng-iseng saja awalnya.

 

Begini. Hari Kamis 28 September 2023 kebetulan merupakan hari libur Nasional. Ranz yang ternyata masih belum puas foto-foto di Gili Ketapang, pengen dolan ke Gili Ketapang lagi. Sementara aku yang mendadak pengen ke Baluran lagi, mulai merayunya untuk dolan ke Banyuwangi saja, toh sama-sama kami naik KA Sritanjung. Nanggung amat Cuma ke Probolinggo lagi kan? Sekalian ke Banyuwangi sajaaa.

 

Aku ingin mengajak Angie, namun dia menolak ikut karena dia ga mau bolos kerja di hari Jumat 29 September itu. Aku mikir-mikir, bagaimana kalau dolan ke Pacitan saja ya, seorang bestie bilang ke aku tentang pantai Kasap yang dikenal sebagai 'Raja Ampat'nya Pacitan. Dengan iming-iming 'Raja Ampat' KW ini, dengan mudah aku meyakinkan Ranz untuk dolan ke Pacitan saja, juga Angie, karena dia ga perlu mbolos di hari Jumat itu.

 

Aku dan Angie berangkat ke Solo hari Jumat 29 September 2023 dengan naik travel pukul 19.00, setelah Angie pulang dari kantor. Perjalanan lancar, kami sampai di pool travel di Jl. Slamet Riyadi pukul 20.40. Karena Angie lapar, dan di samping pool ada warung nasi liwet, kami berdua makan malam dulu sebelum ke rumah Ranz.

 

Sabtu 30 September 2023

 

Kami meninggalkan rumah Ranz di kawasan Jongke sekitar pukul 08.30, kami mampir sarapan di RM soto seger Hj. Fatimah di Jl. Bhayangkara. Setelah itu, kami langsung melaju ke arah Pacitan. Oh ya, kami bertujuh; selain aku, Angie, dan Ranz, masih ada Deven, mbak Niken -- kakak kandung Ranz -- dan mas Martin, suami mbak Niken, plus Rama, kakaknya Deven. Kami naik mobil dan mas Martin yang nyetir.

 

Ternyata, pantai Kasap -- tujuan pertama kami -- terletak tak jauh dari pantai Klayar. Mas Martin mengambil arah yang sama persis dengan rute yang aku lewati dan Ranz saat kami bersepeda menuju Pantai Klayar 10 tahun yang lalu. Menyadari jauhnya rute ini, mana trek rolling naik turun tak kunjung usai, aku heran dengan diriku sendiri yang 10 tahun lalu ya bersemangat sekali bersepeda ke arah Pantai Klayar. Wkwkwkwk …

 

Aku sengaja menyalakan strava untuk tahu jarak yang kami tempuh dari Jongke ke tujuan kami.

 

Sesampai di pertigaan Punung, kami belok ke arah Pantai Klayar, Watukarung, Srau, Goa Gong, dll. Setelah sampai di satu pertigaan, dimana jika belok kanan kami akan sampai Pantai Klayar, kami belok kiri. Dengan pede Ranz bilang bahwa Pantai Kasap terletak tak jauh dari pantai Watukarung. Karena di jalan-jalan yang kami lewati, belum ada petunjuk menuju Pantai Kasap, Ranz pun mengambil rute yang menuju pantai Watukarung. Trek masih sama dengan trek menuju Klayar, rolling naik turun terus menerus.

 

Akhirnyaaa … kami sampai di pintu masuk pantai Watukarung sekitar pukul 12.30. waktu membeli tiket masuk -- satu orang limaribu rupiah -- kami sekalian bertanya apa benar pantai Kasap terletak di samping pantai Watukarung. Si penjaga loket bilang, "iya, tapi nanti beli tiket masuk lagi ya?" ya ga masalah sih beli tiket lagi, yang menjadi masalah adalah jika ternyata prakiraan kami salah bahwa pantai Kasap terletak di lokasi yang sama dengan pantai Watukarung. Haha …

 

Setelah masuk area pantai Watukarung, baru kami melihat petunjuk menuju pantai Kasap. Ternyata beneran, pantai Kasap terletak persis di sebelah pantai Watukarung. Setelah sampai, memarkir mobil di tempat parkir, kami berjalan ke arah pantai, sekitar 100 meter. Karena sebagian dari kami sudah lapar, kami pun mampir ke satu warung makan terlebih dahulu. Padahal aku sudah pengen segera berjalan menuju gardu pandang untuk membuktikan, beneran ga sih pemandangannya seperti Raja Ampat? Hihihi …

 


 


Untuk pantai seindah pantai Kasap dengan pemandangan a la Raja Ampat, menurutku pengunjungnya ga begitu banyak. Apa karena belum begitu terkenal ya? Terbukti aku juga baru tahu (malah Ranz belum tahu loh sebelum aku menyebut nama pantai satu ini). Plus belum ada nama PANTAI KASAP di petunjuk-petunjuk di jalan yang kita lalui, mulai dari pertigaan Punung sampai kami tiba di pantai Watukarung Tapi ya gapapa, tempat parkirnya hanya cukup untuk mobil tak lebih dari 10 mobil. Untuk parkir motor sih sudah agak mending ya. Plus jalan menuju kemari masih cukup sempit, belum bisa dilewati bus.

 

Usai makan siang, aku, Ranz, dan Angie berjalan ke arah gardu pandang. Ga jauh-jauh amat kok, masih lebih jauh dari tempat parkir menuju tangga naik ke Seruni Point, di Bromo. Hahahaha … Sesampai gardu pandang, ada sekitar 10 - 15 orang di sana. Padahal sebelumnya aku membayangkan bakal antri lamaaaaaaaaaaaa untuk berfoto di sana. Tapi, di 'puncak' gardu pandang, Cuma boleh ada 7 orang, karena dikhawatirkan akan tumbang gardu pandangnya jika terlalu penuh orang.

 

Kami bertiga mungkin menghabiskan waktu sekitar satu jam berfoto-foto di sini. Kebetulan kok ya pas ada back light jika kami memotret dengan background laut lepas dimana kita bisa melihat gugusan karang yang nampak seperti Raja Ampat. Ranz sempat berpikir kami akan stay di sana sampai sore, saat sunset. Tapi, kok ga enak sama mbak Niken dan mas Martin yang menunggu kami di warung makan. Plus, si empunya penginapan yang sudah kami buking berulang kali bertanya kami akan sampai penginapan jam berapa. Hoho …

 

Sekitar pukul 15.00 kami kembali ke warung makan tempat mbak Niken menunggu kami. Karena haus, kami memesan minum lagi. Sebenarnya ingin juga menjelajahi pantai Kasap ke arah pantai -- ga Cuma naik ke gardu pandang -- tapi kok ya kami sudah ingin istirahat. Jian mbingungi tenan. Wkwkwkwk … akhirnya setelah menghabiskan minuman yang kami pesan, kami meninggalkan pantai Kasap.

 




 

FYI, bagi yang ingin menginap di pantai Kasap, sudah ada beberapa homestay sederhana yang terletak tak jauh dari pantai, andai ingin berfoto ria di gardu pandang di pagi hari, setelah matahari terbit.

 

Kami sampai di penginapan -- SUMBER WATU -- sekitar pukul 16.00. sebelum ini, Ranz menunjukkan link youtube tentang penginapan BATU PUTIH yang terletak mungkin hanya sekitar 30 meter dari pantai Watukarung. Namun karena ada misunderstanding di antar kami -- kupikir Ranz yang akan buking, as usual, ternyata Ranz sendiri berpikir aku yang akan buking, lol -- akhirnya kami kehabisan kamar. Untunglah pengelola penginapan menawari kami satu rumah yang memiliki 3 kamar untuk kami sewa. Dia mematok harga Rp. 800.000,00 untuk sewa satu rumah ini, dengan 3 kamar. Setelah kami sampai di rumah ini, rumahnya lumayan besar, menurutku. Ada 3 kamar, plus AC di tiap-tiap kamar, ada ruang tamu dan ruang tengah, dimana di ruang tamu tersedia kursi dan meja makan. Di ruang tengah masih disediakan satu spring bed ukuran king. Di dapur tersedia peralatan masak, jika sang penyewa ingin memasak sendiri. Di halaman samping ada sumur dan 2 kran air yang bisa kita pakai untuk mencuci kaki sebelum masuk rumah, terutama jika kami habis dolan ke pantai.

 

Setelah check in, aku langsung mengajak Ranz ke pantai. Kita cukup jalan kaki, ga sampai 5 menit kami sudah sampai. Waktu aku dan Ranz sampai pantai, air masih surut. Namun saat matahari terbenam, air sudah mulai menggenangi karang-karang yang terletak di sebelah hamparan pasir yang berwarna 'beige' itu.

 


Mendapatkan foto sunset tentu adalah satu hal yang biasa diburu orang-orang yang sengaja ke pantai di sore hari. Sayangnya sore ini, mendung menghalangi kami untuk mendapatkan foto sunset. Tapi, gapapa. Setelah matahari terbenam, semburat warna jingga yang nampak di langit sebelah Barat cantik sekali.

 

FYI, di dekat pantai Watukarung ini ada perkampungan dimana di tengah-tengah rumah penduduk telah dibangun homestay-homestay. Wisatawan bisa tinggal memilih mau menginap di homestay yang mana. Ada homestay sederhana, sekelas OY*, namun juga ada hotel yang nampak cantik sekali eksteriornya. Di tengah-tengahnya tentu telah ada toko-toko tempat para wisatawan bisa membeli beberapa barang yang dibutuhkan (belum ada 2 minimarket yang merajai Indonesia di sini ya), dan ada beberapa pilihan warung makan.

 

Malam itu, kami makan di rumah makan yang menawarkan 'seafood'. Namun, rumah makan ini tidak hanya menyediakan masakan olahan dari ikan saja, ada banyak variasi menu lain. Setelah makan malam, aku, Angie dan Ranz berjalan-jalan di sekitar perkampungan dan menghampiri pantai. Hampir seluruh kawasan berpasir sudah dipenuhi air laut dengan gelombang ombak yang besar. Air laut sedang pasang. Namun karena pantai gelap gulita, tak satu pun dari kami memotret.

 

To be continued.