Friday, December 29, 2023

Gunung Kidul (spill ...)

 

Setelah memendam hasrat ingin dolan ke dua tempat ini selama hampir 10 tahun (lebay ga sih ini? lol) akhirnya di hari Minggu 24 Desember 2023, aku dan Angie berkesempatan dolan ke destinasi wisata yang terletak di Gunung Kidul ini.

well, kisah lengkapnya belum sempat kutulis. tahun depan saja, pas waktu luangku banyak. 

(this is 29 December 2023. the New Year 2024 will come very soon!)





 PT56 29.12.2023

Kotatoea December 2023

 sebagai 'bude' (well, aku membiasakan dua keponakan memanggilku 'Mama Nana' sih, bukan bude) yang baik, lol, pada hari Minggu 17 December 2023, aku mengajak kedua keponakan dolan ke Kotatoea, satu outlet oleh-oleh yang terletak 'nyaris' di ujung Timur Jl. Brigjend Sudiarto (yang dulu disebut Jl. Majapahit), mumpung mereka telah menyelesaikan semester gasal. 

dalam rangka memberi anak-anak pengalaman untuk naik bus Trans Semarang, aku pun mengajak mereka naik bus ini. dari rumah kami naik taksi online sampai seberang ADA Dept. Store. dari sana, kami naik Trans Semarang jurusan Penggaron. aku lupa melihat jam untuk ngecek berapa lama perjalanan naik bus ini. 'untung' situasi di dalam bus tidak terlalu penuh sehingga kami berenam -- aku, Angie, Noek adikku dan dua keponakan, -- mendapat tempat duduk semua. oh ya, Mamanya dua bocah itu tidak ikut karena baru saja dia pulang dari opname di rumah sakit.

aku tertarik mengajak anak-anak ke sini setelah melihat content IG yang menunjukkan bahwa di bulan Desember 2023 ini Kotatoea dihiasi ala-ala Natal. (bulan April 2023 waktu pertama kali aku dan Ranz ke Kotatoea, interiornya ala-ala Turki.)

Here are some photos taken on 17 December 2023. Angie ogah kufoto, jadi ya nyaris ga ada fotonya di sini.















Saturday, December 16, 2023

Alissa Rosi Sativa

 

foto lawas: ki-ka Ochi, Ade, Angie

Pagi ini, Sabtu 16 Desember 2023, saat aku sedang sibuk di dapur sekitar pukul 07.00, Angie -- yang semalam tidur di kamarku, bukan di kamarnya sendiri -- mendatangiku, menangis sejadi-jadinya. Aku yang bingung tidak tahu apa yang membuatnya menangis, hanya bisa memeluknya. Selama beberapa menit, aku tidak berani bertanya what went wrong, sambil mengira-ira apa yang menyebabkannya menangis seperti itu.

 

Hingga tiba-tiba aku ingat seorang sahabat Angie saat SMA, Ochi, yang selama kurang lebih 7 bulan terakhir sakit, berulang kali keluar masuk rumah sakit. Awalnya, karena bagian ujung paha kirinya bengkak berisi air. Penyebabnya tidak jelas. Karena itu, Ochi harus menjalani operasi, mengeluarkan air itu. Saat Angie menengok -- Angie ga tega menengok saat Ochi masih di rumah sakit, jadi dia menunggu sampai kondisi Ochi membaik dan pulang ke rumah -- Ochi sudah dalam kondisi jauh lebih sehat, dan bisa bercerita bahwa tubuhnya terasa lebih enakan setelah operasi. Penyebab bengkaknya paha itu tidak dimengerti.

 

Beberapa bulan berlalu. Ochi memberi kabar ke Angie kalau gantian paha kanannya yang membengkak. Berita ini disusul dengan info bahwa Ochi harus menjalani kemo. Kok kemo? Apa Ochi kena kanker? Ochi tetap tidak memberitahu Angie dengan jelas sakitnya apa. Dia pun sempat ganti dokter untuk mendapatkan second opinion. Kabar 'baik'nya adalah Ochi merasa lebih segar tubuhnya setelah menjalani kemo. Ya syukurlah ya.

 

Beberepa bulan kemudian, Ochi mengabari HB-nya turun drastis, jauh di bawah normal. Tantenya Angie -- adik ragilku -- juga pernah mengalami BH turun drastis, penyebabnya waktu itu ada infeksi saluran kencing yang dialami adikku. Ochi bertanya apa yang perlu diminum / dikonsumsi untuk menormalkan HB-nya itu. Saat itu, Ochi kembali dirawat di rumah sakit.

 

Seperti Angie yang kadang tidak berani bertanya kepada Ochi bagaimana kabarnya, aku pun ga berani bertanya ke Angie apakah ada kabar terbaru dari Ochi.

 

Dan begitu saja, ketika aku memeluk Angie yang masih menangis tersedu-sedu, aku mendengar Angie menyebut nama, "Ochi Ma …"

 

Kata orang bijak, tidak pernah ada kata 'terlalu cepat' atau 'terlalu lambat' saat kematian datang. Akhirnya saat itu datang menghampiri Ochi. Angie terakhir berbincang dengan Ochi sekitar seminggu yang lalu, Angie bertanya via WA bagaimana kabarnya. Dua hari kemudian Ochi baru sempat membalas, dia bilang dia barusan kemo lagi. Kali ini, kemo yang harus Ochi jalani membutuhkan waktu 3 hari! Tentu Ochi lelah, itu sebab saat membalas WA Angie, dia bilang, "maaf ya Nji, aku ga bisa ngobrol banyak, aku masih lemes." dan Angie pun tidak bisa membayangkan sakit yang diderita Ochi seperti apa ketika harus menjalani semua proses pengobatannya.

 

Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, Ochi. Pulanglah ke haribaan Allah dengan tenang. You will be dearly remembered by good friends of yours.

 



Monday, December 04, 2023

Hello Pacitan!: Day 2: Watukarung beach and Maron river

 


Minggu 1 Oktober 2023

 

Aku bangun sekitar jam 5 pagi, langit terlihat sudah cukup terang, tapi aku ragu-ragu untuk langsung mengajak Ranz jalan ke pantai. Apalagi kulihat ada mendung menggantung di langit. Dan sehari sebelumnya aku melihat gugusan karang/gunung di sebelah Timur. Pasti saat matahari terbit, dia akan tertutup gunung itu, aku tidak akan bisa leluasa memotret untuk mendapatkan foto sunrise yang keren.

 

Namun akhirnya aku mengajak Ranz jalan ke pantai juga sekitar pukul 05.40. Angie masih tidur, maka dia tidak kuajak. Selain aku dan Ranz, mbak Niken dan Deven ikut kami berjalan ke pantai. Sesampai pantai, air laut ternyata sedang surut, jadi kami bisa berjalan melewati pasir menuju hamparan karang yang terletak setelah hamparan pasir.

 

Di pinggir pantai kulihat ada 3 tenda terpasang, padahal semalam waktu kami jalan-jalan ke pantai, tenda-tenda ini belum terlihat. Berarti rombongan ini datang setelah aku, Angie, dan Ranz meninggalkan pantai. Ini berarti ada juga orang-orang yang berangkat menuju pantai Watukarung di sore hari, sampai di lokasi malam hari, kemudian mereka memasang tenda dan tidur di dalamnya semalam.

 


 

Sekitar pukul 06.30 kami balik ke penginapan. Sarapan untuk kami diantar setelah kami kembali ke penginapan. Seperti yang dikatakan oleh pengelola penginapan via WA saat aku melakukan booking, rumah ini bisa diisi oleh berapa pun orang (misal sampai 10 orang juga cukup), namun pengelola hanya memberi kami sarapan 6 buah. Isi kotak sarapan kami: nasi, mi goreng yang diberi irisan cabe, dan telur ceplok.

 

Usai sarapan, aku mandi dan packing. Kulihat Ranz dll sudah packing, meski mereka belum mandi. Sementara itu, Ranz, Deven, mbak Niken dan mas Martin dolan ke pantai. Rama juga diajak tentunya.

 

Sekitar pukul 08.45 gantian aku mengajak Angie ke pantai. Jam segini ternyata air laut kembali pasang, meski belum sampai semua hamparan pasir tertutup air laut. Meskipun begitu cukup menyenangkan mengetahui betapa air laut naik turun dengan mudahnya.

 

Pukul 09.30 kami meninggalkan penginapan. Tujuan kami selanjutnya adalah Sungai Maron. Yang ingin ke sini Ranz. Tentu saja aku juga mau, jadi teringat saat kami naik perahu melewati sungai (entah apa namanya) menuju Rammang-Rammang di Makassar. Kami sampai sana sekitar pukul 10.30. di sana terlihat banyak sekali wisatawan yang sedang antri mau naik perahu. Untunglah perahunya banyak, jadi ga perlu ngantri lama-lama.

 










 

Satu perahu dibanderol Rp. 100.000,00, dan satu perahu boleh dinaiki oleh 4 orang dewasa. Perahu yang kami sewa kami naiki berempat: aku, Angie, Ranz dan Deven. Mas Martin memilih menemani mbak Niken yang menjaga Rama. Arah perahu yang kami naiki adalah pantai Ngiroboyo. Namun perahu yang kami naiki sudah kembali ke 'dermaga' sungai Maron, meski belum sampai pantai / laut lepas.

 

Kami sudah kembali ke dermaga sebelum jam 12. saatnya makan siang!

 

Sekitar jam 13.00 kami meninggalkan area wisata sungai Maron. Semula aku pengen mampir ke Pantai Banyutibo. Tapi karena khawatir kemalaman sampai Solo -- aku dan Angie harus langsung pulang ke Semarang -- akhirnya kuputuskan tidak usah mampir saja. Kami langsung menuju Solo.

 

Kami sampai rumah Ranz di kawasan Laweyan sekitar pukul 16.15. pukul 18.15 aku dan Angie sudah naik travel untuk kembali ke Semarang. Horraaayyy.

 

See ya in our next traveling.

 

PT56 14.04 24 Oktober 2023

 

Hello Pacitan! Day 1: Pantai Kasap

 

Terakhir aku dolan ke Pacitan itu bulan Oktober 2013, tepat 10 tahun yang lalu. Aku mengajak Angie ke Pantai Klayar, pulangnya mampir ke Goa Tabuhan. Dan … akhirnya, di akhir bulan September 2023 kesempatan itu datang lagi. Well, meski ini sebenarnya bukan tujuan pertama, melainkan hanya iseng-iseng saja awalnya.

 

Begini. Hari Kamis 28 September 2023 kebetulan merupakan hari libur Nasional. Ranz yang ternyata masih belum puas foto-foto di Gili Ketapang, pengen dolan ke Gili Ketapang lagi. Sementara aku yang mendadak pengen ke Baluran lagi, mulai merayunya untuk dolan ke Banyuwangi saja, toh sama-sama kami naik KA Sritanjung. Nanggung amat Cuma ke Probolinggo lagi kan? Sekalian ke Banyuwangi sajaaa.

 

Aku ingin mengajak Angie, namun dia menolak ikut karena dia ga mau bolos kerja di hari Jumat 29 September itu. Aku mikir-mikir, bagaimana kalau dolan ke Pacitan saja ya, seorang bestie bilang ke aku tentang pantai Kasap yang dikenal sebagai 'Raja Ampat'nya Pacitan. Dengan iming-iming 'Raja Ampat' KW ini, dengan mudah aku meyakinkan Ranz untuk dolan ke Pacitan saja, juga Angie, karena dia ga perlu mbolos di hari Jumat itu.

 

Aku dan Angie berangkat ke Solo hari Jumat 29 September 2023 dengan naik travel pukul 19.00, setelah Angie pulang dari kantor. Perjalanan lancar, kami sampai di pool travel di Jl. Slamet Riyadi pukul 20.40. Karena Angie lapar, dan di samping pool ada warung nasi liwet, kami berdua makan malam dulu sebelum ke rumah Ranz.

 

Sabtu 30 September 2023

 

Kami meninggalkan rumah Ranz di kawasan Jongke sekitar pukul 08.30, kami mampir sarapan di RM soto seger Hj. Fatimah di Jl. Bhayangkara. Setelah itu, kami langsung melaju ke arah Pacitan. Oh ya, kami bertujuh; selain aku, Angie, dan Ranz, masih ada Deven, mbak Niken -- kakak kandung Ranz -- dan mas Martin, suami mbak Niken, plus Rama, kakaknya Deven. Kami naik mobil dan mas Martin yang nyetir.

 

Ternyata, pantai Kasap -- tujuan pertama kami -- terletak tak jauh dari pantai Klayar. Mas Martin mengambil arah yang sama persis dengan rute yang aku lewati dan Ranz saat kami bersepeda menuju Pantai Klayar 10 tahun yang lalu. Menyadari jauhnya rute ini, mana trek rolling naik turun tak kunjung usai, aku heran dengan diriku sendiri yang 10 tahun lalu ya bersemangat sekali bersepeda ke arah Pantai Klayar. Wkwkwkwk …

 

Aku sengaja menyalakan strava untuk tahu jarak yang kami tempuh dari Jongke ke tujuan kami.

 

Sesampai di pertigaan Punung, kami belok ke arah Pantai Klayar, Watukarung, Srau, Goa Gong, dll. Setelah sampai di satu pertigaan, dimana jika belok kanan kami akan sampai Pantai Klayar, kami belok kiri. Dengan pede Ranz bilang bahwa Pantai Kasap terletak tak jauh dari pantai Watukarung. Karena di jalan-jalan yang kami lewati, belum ada petunjuk menuju Pantai Kasap, Ranz pun mengambil rute yang menuju pantai Watukarung. Trek masih sama dengan trek menuju Klayar, rolling naik turun terus menerus.

 

Akhirnyaaa … kami sampai di pintu masuk pantai Watukarung sekitar pukul 12.30. waktu membeli tiket masuk -- satu orang limaribu rupiah -- kami sekalian bertanya apa benar pantai Kasap terletak di samping pantai Watukarung. Si penjaga loket bilang, "iya, tapi nanti beli tiket masuk lagi ya?" ya ga masalah sih beli tiket lagi, yang menjadi masalah adalah jika ternyata prakiraan kami salah bahwa pantai Kasap terletak di lokasi yang sama dengan pantai Watukarung. Haha …

 

Setelah masuk area pantai Watukarung, baru kami melihat petunjuk menuju pantai Kasap. Ternyata beneran, pantai Kasap terletak persis di sebelah pantai Watukarung. Setelah sampai, memarkir mobil di tempat parkir, kami berjalan ke arah pantai, sekitar 100 meter. Karena sebagian dari kami sudah lapar, kami pun mampir ke satu warung makan terlebih dahulu. Padahal aku sudah pengen segera berjalan menuju gardu pandang untuk membuktikan, beneran ga sih pemandangannya seperti Raja Ampat? Hihihi …

 


 


Untuk pantai seindah pantai Kasap dengan pemandangan a la Raja Ampat, menurutku pengunjungnya ga begitu banyak. Apa karena belum begitu terkenal ya? Terbukti aku juga baru tahu (malah Ranz belum tahu loh sebelum aku menyebut nama pantai satu ini). Plus belum ada nama PANTAI KASAP di petunjuk-petunjuk di jalan yang kita lalui, mulai dari pertigaan Punung sampai kami tiba di pantai Watukarung Tapi ya gapapa, tempat parkirnya hanya cukup untuk mobil tak lebih dari 10 mobil. Untuk parkir motor sih sudah agak mending ya. Plus jalan menuju kemari masih cukup sempit, belum bisa dilewati bus.

 

Usai makan siang, aku, Ranz, dan Angie berjalan ke arah gardu pandang. Ga jauh-jauh amat kok, masih lebih jauh dari tempat parkir menuju tangga naik ke Seruni Point, di Bromo. Hahahaha … Sesampai gardu pandang, ada sekitar 10 - 15 orang di sana. Padahal sebelumnya aku membayangkan bakal antri lamaaaaaaaaaaaa untuk berfoto di sana. Tapi, di 'puncak' gardu pandang, Cuma boleh ada 7 orang, karena dikhawatirkan akan tumbang gardu pandangnya jika terlalu penuh orang.

 

Kami bertiga mungkin menghabiskan waktu sekitar satu jam berfoto-foto di sini. Kebetulan kok ya pas ada back light jika kami memotret dengan background laut lepas dimana kita bisa melihat gugusan karang yang nampak seperti Raja Ampat. Ranz sempat berpikir kami akan stay di sana sampai sore, saat sunset. Tapi, kok ga enak sama mbak Niken dan mas Martin yang menunggu kami di warung makan. Plus, si empunya penginapan yang sudah kami buking berulang kali bertanya kami akan sampai penginapan jam berapa. Hoho …

 

Sekitar pukul 15.00 kami kembali ke warung makan tempat mbak Niken menunggu kami. Karena haus, kami memesan minum lagi. Sebenarnya ingin juga menjelajahi pantai Kasap ke arah pantai -- ga Cuma naik ke gardu pandang -- tapi kok ya kami sudah ingin istirahat. Jian mbingungi tenan. Wkwkwkwk … akhirnya setelah menghabiskan minuman yang kami pesan, kami meninggalkan pantai Kasap.

 




 

FYI, bagi yang ingin menginap di pantai Kasap, sudah ada beberapa homestay sederhana yang terletak tak jauh dari pantai, andai ingin berfoto ria di gardu pandang di pagi hari, setelah matahari terbit.

 

Kami sampai di penginapan -- SUMBER WATU -- sekitar pukul 16.00. sebelum ini, Ranz menunjukkan link youtube tentang penginapan BATU PUTIH yang terletak mungkin hanya sekitar 30 meter dari pantai Watukarung. Namun karena ada misunderstanding di antar kami -- kupikir Ranz yang akan buking, as usual, ternyata Ranz sendiri berpikir aku yang akan buking, lol -- akhirnya kami kehabisan kamar. Untunglah pengelola penginapan menawari kami satu rumah yang memiliki 3 kamar untuk kami sewa. Dia mematok harga Rp. 800.000,00 untuk sewa satu rumah ini, dengan 3 kamar. Setelah kami sampai di rumah ini, rumahnya lumayan besar, menurutku. Ada 3 kamar, plus AC di tiap-tiap kamar, ada ruang tamu dan ruang tengah, dimana di ruang tamu tersedia kursi dan meja makan. Di ruang tengah masih disediakan satu spring bed ukuran king. Di dapur tersedia peralatan masak, jika sang penyewa ingin memasak sendiri. Di halaman samping ada sumur dan 2 kran air yang bisa kita pakai untuk mencuci kaki sebelum masuk rumah, terutama jika kami habis dolan ke pantai.

 

Setelah check in, aku langsung mengajak Ranz ke pantai. Kita cukup jalan kaki, ga sampai 5 menit kami sudah sampai. Waktu aku dan Ranz sampai pantai, air masih surut. Namun saat matahari terbenam, air sudah mulai menggenangi karang-karang yang terletak di sebelah hamparan pasir yang berwarna 'beige' itu.

 


Mendapatkan foto sunset tentu adalah satu hal yang biasa diburu orang-orang yang sengaja ke pantai di sore hari. Sayangnya sore ini, mendung menghalangi kami untuk mendapatkan foto sunset. Tapi, gapapa. Setelah matahari terbenam, semburat warna jingga yang nampak di langit sebelah Barat cantik sekali.

 

FYI, di dekat pantai Watukarung ini ada perkampungan dimana di tengah-tengah rumah penduduk telah dibangun homestay-homestay. Wisatawan bisa tinggal memilih mau menginap di homestay yang mana. Ada homestay sederhana, sekelas OY*, namun juga ada hotel yang nampak cantik sekali eksteriornya. Di tengah-tengahnya tentu telah ada toko-toko tempat para wisatawan bisa membeli beberapa barang yang dibutuhkan (belum ada 2 minimarket yang merajai Indonesia di sini ya), dan ada beberapa pilihan warung makan.

 

Malam itu, kami makan di rumah makan yang menawarkan 'seafood'. Namun, rumah makan ini tidak hanya menyediakan masakan olahan dari ikan saja, ada banyak variasi menu lain. Setelah makan malam, aku, Angie dan Ranz berjalan-jalan di sekitar perkampungan dan menghampiri pantai. Hampir seluruh kawasan berpasir sudah dipenuhi air laut dengan gelombang ombak yang besar. Air laut sedang pasang. Namun karena pantai gelap gulita, tak satu pun dari kami memotret.

 

To be continued.

 

Wednesday, August 30, 2023

Dolan ke Jatim, Day 3

DOLAN KE GILI KETAPANG DAN BJBR



Sabtu 19 Agustus 2023

 

Sejak awal, aku tidak ada pikiran untuk berkunjung ke Gili Ketapang, meski tentu saja aku kepengen. Dolan ke BJBR saja sudah cukup. Apalagi ketika Angie mengeluh lelah sehari sebelumnya. Tapi, pagi ini, Ranz mencoba merayuku untuk mau ke Gili Ketapang. Paginya kami ke Gili Ketapang dulu, siangnya baru ke BJBR. Kan BJBR buka sampai jam 8 malam.

 

Aku pun mencoba merayu Angie untuk mau ke Gili Ketapang terlebih dahulu. Atau jika dia tidak mau ikut, mungkin pagi itu biar dia leyeh-leyeh dulu di hotel, aku, Ranz dan Deven ke Gili Ketapang. Pulangnya, kami jemput dia di hotel, kemudian bareng-bareng ke BJBR. Namun setelah aku tunjukkan foto-foto Gili Ketapang dari google ke Angie, Angie mau ikut! Yuhuuuu. Setelah sarapan, kami pun buru-buru mandi dan siap-siap.

 

di perahu

 

Kebetulan, hotel yang kami inapi lokasinya tidak jauh dari dermaga pelabuhan Tanjung Tembaga. Dengan taksi online kami berempat menuju ke sana. Saat akan masuk pelabuhan, taksi kena retribusi empat ribu rupiah, sedangkan kami berempat kena 'charge' duapuluh ribu rupiah. (seorang bayar lima ribu rupiah). Sesampai sana, ada sebuah perahu yang sudah berisi lumayan banyak penumpang yang akan menyeberang ke Gili Ketapang. Apakah setelah kami berempat naik perahu, perahu segera berangkat? No way! Wkwkwkwk … kami masih harus menunggu sampai perahu benar-benar penuh! Orang-orang di sekitar kami berbicara dengan bahasa Madura yang membuat kami merasa 'alienated', lol. Masing-masing kami membayar Rp. 10.000,00.

 

Kami naik perahu sekitar pukul 09.00, dan perahu akhirnya berangkat pukul 09.44. air laut yang berwarna biru cukup menghibur hati yang tadi sempat merasa tidak sabar mengapa perahu tidak segera diberangkatkan, lol. Perahu yang kami naiki sampai di Gili Ketapang pukul 10.10. butuh kurang lebih 35 menit dari pelabuhan Tanjung Tembaga menuju Gili Ketapang. 

 

naik bentor menuju pantai Pasir Putih, Gili Ketapang

 

Sesampai dermaga Gili Ketapang, Ranz langsung mengajak naik bentor. Kami berempat membayar Rp. 35.000,00. oleh si bapak bentor, kami langsung diantar ke pantai 'pasir putih'.

 

Karena ga kepikiran akan nyemplung laut, aku tidak membawa celana pendek maupun sendal jepit. Ternyata o ternyata, setelah melihat air laut yang begitu jernih, dan pasir putih yang lembut, aku tak kuasa menahan diri untuk tidak nyemplung! Akhirnya? Ranz membelikanku sendal jepit (lagi!) hahahaha … kemudian aku membeli celana pendek. Aku juga menawari Angie beli celana pendek agar dia bisa ikutan nyemplung ke laut.

 




Kata bapak bentor, tempat untuk bermain dan berfoto-foto, tidak hanya di spot dimana kami dia turunkan dari bentor. Ada spot lain lagi. Tapi ternyata waktu berjalan dengan begitu cepat! Tahu-tahu sudah jam 12.30 dan perut sudah mulai melilit kelaparan. Ranz menawariku apakah kami akan maksi di situ atau setelah menyeberang balik ke Probolinggo. Aku memilih makan di situ saja, dari pada terlambat makan siang, Angie bisa ngambeg. Hahaha … Angie dan Ranz itu sama-sama punya masalah asam lambung, tapi Angie bakal langsung ga tahan jika perutnya perih pedih melilit, Ranz masih agak mending. Aku pesan ikan bakar dua porsi untukku dan Angie. Deven pesan indomie goreng dan telur. Ranz ikutan nyemilin ikan bakar yang kumakan. :)

 

detik-detik Angie mengejar sendal jepitnya yang 'kabur' dibawa ombak 😜

 





 

 

Saat kami makan, ada dua orang lelaki yang ikutan berteduh di gazebo tempat kami duduk-duduk dan makan siang. Ternyata salah satu dari mereka menawari kami untuk menyewa perahu jika kami ingin kembali ke pelabuhan Tanjung Tembaga. Wah … ini asyik, kami ga perlu menunggu lama sampai perahu penuh! Dengan biaya Rp. 150.000,00 kami berempat bisa langsung kembali ke Probolinggo dari spot pantai Pasir Putih itu! 

 



dalam perahu yang kita sewa, sebelum perahu berangkat, tiba-tiba ada 2 orang berlari-lari menuju perahu untuk ikut balik ke dermaga Tanjung Tembaga
 

Sekitar pukul 15.00 kami berempat sudah sampai di BJBR! Tiket BJBR. Tiket masuk Rp. 50.000,00 per orang. Saat taksi memasuki area BJBR menuju tempat parkir, kami melewati pantai buatan yang sudah tidak menyerupai pantai buatan lagi. Hiksss … di sampingnya sekarang dibuat kolam renang. Hari itu hari Sabtu dan kolam renang nampak sepi. Tempat parkir pun sepi, tidak banyak mobil yang terparkir di sana.

 

I can conclude that BJBR underwent sort of damage during pandemic. Pablebuat?

 

Sebelum mulai berjalan ke area mangrove, aku dan Angie ke toilet terlebih dahulu. We needed to change our clothes. Dan Angie yang butuh ganti pembalut tapi dia lupa membawa memintaku untuk membeli di toko dekat kolam renang. Dan … ternyata tidak ada toko yang buka di daerah kolam renang itu. Untungnya Ranz bawa pembalut. Angie was saved!

 


 

Kami pun berjalan masuk ke area mangrove. Jika di tahun 2017 lalu dengan mudah kita akan berpapasan dengan pengunjung lain, maupun pegawai BJBR yang bertebaran di mana-mana untuk ngecek sampah (yang barangkali dibuang sembarangan oleh pengunjung) atau memberitahu arah kemana kita harus berjalan, kami sama sekali tidak bertemu siapa-siapa.

 

(FYI, beberapa minggu sebelum kami berangkat, aku sempat ngecek penginapan di dalam BJBR. Ada beberapa tipe. Yang aku ingini adalah bungalow yang terletak di pinggir laut dengan pemandangan laut lepas. Harganya Rp. 1.350.000,0 untuk dua orang. Kalau maksain sih ya mampu ya, tapi waktu itu aku dan Ranz memutuskan untuk tidak usah menginap di dalam BJBR. Kami menginap di 'kota' saja.) ada bungalow dengan pemandangan hutan bakau, harganya Rp. 950.000,00 untuk dua orang. Membayangkan menghadap hutan bakau di malam hari kok rada-rada spooky ya? Hohoho …)

 

Melihat kondisi ini, aku dan Ranz bersyukur bahwa kami tidak jadi 'memaksa diri' untuk menginap di dalam BJBR. Saking sepinya, jadi beneran spooky pasti, lol. Mana ketika kami tiba di 'jembatan terpanjang untuk naik sepeda di atas laut' kami mendapati bahwa air laut sedang 'turun', pemandangannya jadi benar-benar biasa saja.

 

Karena ga mau kelelahan, saat sampai di resto BJBR, aku langsung mengajak masuk, pesan minum dan cemilan. Kami bisa duduk-duduk di situ sementara menunggu saat membidik sunset. Kebetulan saat itu ada sekelompok orang sedang mengadakan acara di situ, jadi situasi resto cukup rame. Selain kami berempat, ada beberapa rombongan lain yang sedang santai-santai di sana.

 







 

Sekitar jam 5 sore, aku mengajak yang lain meninggalkan resto, menuju spot untuk memotret sunset. Kebetulan saat itu, rombongan orang yang sedang ada acara di situ pun ramai-ramai berjalan ke arah yang sama. Meskipun begitu, situasi tetap belum seramai dulu, Desember 2017.

 

Kami pulang ke hotel sekitar pukul 18.30. Sesampai hotel, Deven dan Angie istirahat di kamar masing-masing, aku dan Ranz ke luar, ke rumah makan tempat kami membeli makan semalam sebelumnya untuk beli makan malam. Angie minta dibeliin sesuatu asal bukan nasi. So? Aku belikan ayam goreng tanpa nasi. Aku dan Ranz masih sama: memesan manuk gemmeck bakar, dan Deven nasi goreng ayam mentega.

 

Minggu 20 Agustus 2023

 

Pagi itu kami tidak punya acara apa-apa. Sarapan datang pukul 06.30, dan kami tetap makan di depan kamar yang kutempati. Setelah itu, kami mandi dan packing.

 

Pukul 10.10 kami meninggalkan penginapan menuju stasiun Probolinggo. Sesampai sana, Angie dan Deven sama-sama merasa kelaparan, lol. Jadi kami mampir di warung bakso yang ada di dalam kawasan stasiun. Baksonya lumayan enak, kuahnya juga. 

 

 

Jam 11.11 kami sudah masuk ke dalam stasiun. Meski di tiket tercatat KA Sritanjung berangkat pukul 11.29, jam 11.11 kereta sudah datang. Jadi kami langsung masuk ke dalam gerbong.

 

Seperti waktu berangkat, KA berhenti agak lama di stasiun Surabaya Kota untuk ganti lokomotif. Kemudian kereta juga berhenti agak lama di stasiun Kertosono karena kehabisan air.

 

KA Sritanjung yang kami tumpangi sampai di stasiun Purwosari pukul 19.20. Mas Martin dan mba Niken, kakaknya Ranz menjemput, dan mengantarku dan Angie ke pool travel Citi*****. Travel yang kami tumpangi meninggalkan pool jam 20.00. alhamdulillah perjalanan lancar. Aku dan Angie sudah sampai rumah dengan selamat sebelum pukul 22.00.

 

Capek? Iya! Excited? Jelasss. Kapan-kapan mau diulangi lagi? Mauuuu, lol.

 

PT56 14.18 24.08.2023