Tumben-tumbenan anakku mengajak
dolan, (biasanya aku yang mengajaknya), karena dia merasa perlu ambil cuti dari
kantornya. Di kantornya yang ini, triconville,
dia sudah bekerja selama 2 tahun. Dan seingatku dia belum pernah ambil cuti,
kecuali tahun lalu waktu kita perlu ke Cirebon, Yusdi sakit dan kemudian Yusdi
meninggal. Di luar 2 hari itu, Angie belum pernah mengajukan cuti.
Setelah dia bilang mau ambil cuti
satu hari, Angie nanya ke aku, "Mama mau
mengajak Angie dolan kemana?" wow, aku syukaaa sekali, lol.
Sabtu 21 November 2020
Kita meninggalkan rumah menuju Solo
pukul 10.30, bukan hanya kita berdua, tapi bertiga bersama Fitri, kawan Angie
yang sering menemani kita dolan bareng. Fitri 'dibutuhkan' untuk memboncengkan
Ranz, plus menemani Angie jika aku sedang ngobrol panjang lebar dengan Ranz.
Hihihi …
Fitri itu tukang ngebut, kata Angie.
Tapi naik motor keluar kota bareng Angie, dia bisa sedikit mengerem
kebiasaannya ngebut. Dari Semarang sampai Salatiga kita tidak berhenti. Begitu
melewati kampus Satya Wacana, Angie bilang dia butuh istirahat sebentar, untuk
meredam tangan yang terus menerus kesemutan. Kita pun mampir di satu minimarket
dimana aku beli cappuccino, untuk Angie, dia kubelikan cold brew. Setelah
beristirahat kurang lebih 30 menit, kita bertiga melanjutkan perjalanan. Kita
sampai rumah Ranz sekitar pukul 13.40.
Menjelang pukul tiga sore kita
keluar, yang pertama kita lakukan adalah makan siang (yang kesorean ya, lol).
Aku mengajak Angie dan Fitri untuk mampir ke warung makan milik adiknya Ranz.
As usual, aku memilih menu soto ayam, Ranz soto sapi, Angie dan Fitri memesan
ayam goreng kremes. Setelah selesai makan, sekitar hampir pukul empat sore,
kita menuju destinasi kita pertama.
Gedung Joeang '45
Ranz pertama kali mengajakku kesini
bulan Agustus 2020, 3 bulan lalu. Aku suka dengan disain gedung lawas ini dan
langsung berpikir pasti Angie suka jika kuajak kesini.
Setelah kekenyangan makan siang,
untuk masuk Gedung Joeang, kita harus beli es krim sebagai tiket masuk, maka
kita memilih es krim dalam ukuran 'petite' yang paling kecil. Memang benar,
Angie dan Fitri langsung terlihat antusias untuk berfoto disana disini, disini
disana.
Suasana Gedung Joeang jauh lebih ramai
ketimbang saat aku dan Ranz kesini bulan Agustus lalu. Meski ramai, kita masih
bisa mengusahakan jaga jarak dan menghindari kerumunan, don't worry be happy.
Di masa pandemi covid 19 ini, itu penting sekali, selain mengenakan masker dan
mencuci tangan ya. Jadi, aku merasa tidak papa dolan kesana kemari asala 4 M
itu kita praktekkan.
Cuaca mendung, tapi masih cukup ada
cahaya di halaman belakang Gedung Joeang yang luas itu, karena kita kesitu
masih cukup sore.
Kita meninggalkan Gedung Joeang tak
lama setelah adzan maghrib berkumandang. Kita menuju destinasi yang kedua.
NDalem Gondosuli / Saudagar Laweyan
Ranz mengajakku kesini pertama kali
bulan September, saat aku ke Solo untuk 'menjalankan' jamselinas 10 yang
diselenggarakan secara virtual. Aku juga langsung membayangkan Angie bakal suka
dengan gedungnya yang nampak lawas namun megah itu.
Setelah memarkir motor, kita masuk
area, Angie berbisik, "Ma, kayaknya Angie sudah bermimpi kesini!" nah
kaaan, she loves this place.
Seperti bulan September lalu, aku
kembali memilih menu kopi cendol, Ranz coklat, sedangkan Angie dan Fitri
memesan menu yang sama, entah aku lupa namanya. Selain itu, Ranz juga
memesankan chicken wings, dan aku pesan vegetable rolls, sejenis lumpia tapi
isinya sayur-sayuran.
Angie dan Fitri pun sibuk
berfoto-foto, bahkan juga masuk ke toko batiknya dan eksplore di lantai 2, satu
hal yang belum kulakukan.
Menjelang pukul delapan malam kita
pulang. Sesampai rumah Ranz, memarkir motor, pipis, Angie ganti kaos, kita keluar
lagi jalan kaki. Setelah makan dua kali dan kekenyangan, kita butuh olahraga.
Hohoho … Ranz mengajak kita jalan kaki memutar melewati Omah Lowo yang sekarang
menjadi toko (museum?) Batik Keris. Menurut satu obrolan di satu media sosial,
aku tahu sekarang kita tidak bisa bebas foto-foto di gedung lawas yang kembali
megah setelah direnovasi. Makanya bulan Oktober lalu aku dan Ranz tidak bisa
foto-foto di halaman depan Omah Lowo yang eksotis itu.
Setelah memotret Omah Lowo dari luar
pagar (saja), kita lanjut berjalan kaki, dan … mampir ke Wedangan Pak Basuki.
Aku wajib ngeteh nasgitel doooong. Untung sudah berjalan kaki, jadi lumayan,
perut ga terlalu penuh-penuh amat, lol.
Dari Wedangan Pak Basuki, kita
pulang, saat beristirahat.
Minggu 22 November 2020
Menyadari bahwa kita 'hanya' akan
melakukan perjalanan naik sepeda motor (bukan sepeda yang dikayuh, lol) Ranz
nampak santai pagi ini. Aku seperti biasalah, kegiatan pagiku dimulai setelah
Ranz selesai mandi, lol. Angie dan Fitri gantian mandi setelah aku selesai
mandi.
Jam delapan lebih sedikit kita pun
memulai perjalanan kita. As usual, kita mampir sarapan di RM soto Hj. Fatimah
di Jl. Bhayangkara. Soto ayam masakan adiknya Ranz bisa disaingkan dengan soto
legendaris dari Boyolali satu ini loh.
Telaga Claket
Usai sarapan, kita melanjutkan
perjalanan ke Telaga Claket, destinasi pertama kita hari ini. Telaga ini
terletak di perbatasan antara Sukoharjo dengan Wonogiri, jadi tidak jauh-jauh
amat. Kita sampai di telaga yang mungil namun cantik ini pukul 10.00. cuaca
masih cukup sunny. Tiket masuk Rp. 10.000,00 per orang. Ukuran telaga ini tidak
terlalu besar, dengan pemandangan satu bukit yang cukup hijau saat kita datang.
Di satu akun instagram aku melihat bukit itu tandus soalnya, mungkin foto
dijepret di musim kemarau. Beberapa spot instagrammable telah disediakan, meski
tidak terlalu mencolok sehingga tidak menghapus keindahan utama lokasi ini:
telaga.
Usai foto-foto (suasana lumayan
banyak pengunjung, namun tidak sampai menimbulkan kerumunan), sang mentari tak
lagi terlihat: mendung. Bahkan di satu sisi langit (ga tahu apakah itu Utara
atau Selatan, kayaknya sih Utara) mendung tebal sekali. Hmmm …
Kita sempat jajan di satu warung
sederhana disamping tempat parkir. Saat itu, mendadak turun hujan yang cukup
lebat. Waaah … tanda perjalanan kita berhenti disini nih, ga bisa lanjut ke
destinasi yang sudah kurencanakan sebelumnya.
Setelah hujan agak mereda, kita
meninggalkan telaga Claket, meski kita tetap mengenakan mantel, in case
mendadak di tengah jalan, turun hujan lebat lagi. Kita tidak jadi melanjutkan
perjalanan menuju kota Wonogiri, kita kembali ke arah Sukoharjo, mampir makan
siang di RM Ayam Goreng Mbah Karto Tembel.
Tara Farm dan Alas Karet Polokarto
Setelah makan siang (suasana restoran
tidak seramai biasanya saat aku dan Ranz makan siang disini), aku dan Ranz
mengajak Angie dan Fitri ke Tara Farm, satu kebun jahe merah yang terletak di
dusun Sugihan, kurang lebih hanya terletak sekitar 7 kilometer dari tempat kita
makan siang. Well, Tara Farm ini adalah destinasi wisata hasil swadaya
masyarakat. Lumayanlah buat nambah koleksi foto-foto karena kita batal melanjutkan
perjalanan ke Wonogiri.
Dari Tara Farm, aku mengajak ke Alas
Karet Polokarto. Thanks to google maps yang memudahkan kita mencari
destinasi-destinasi yang ingin kita kunjungi. Ranz tidak menolak kuajak kesini
karena Polokarto ini terletak di area Bekonang, Karanganyar, jadi bisa sekalian
pulang ke arah Solo.
Kita kembali ke rumah Ranz di area
Laweyan dari Polokarto. Sampai disana sebelum adzan maghrib berkumandang.
Malam itu kita makan malam di daerah
Penumping, aku memilih menu paklay, Angie bakmi godog, Fitri mihun nyemek, Ranz
bestik lidah.
Aku, Angie, dan Fitri pulang ke
Semarang hari Senin pagi. Sebelum Ranz berangkat ke kantor, aku dan Angie
meninggalkan rumahnya, sementara Fitri lebih pagi lagi, pukul lima pagi.
Sampai ketemu di kisah kita berempat
dolan bareng lagi yaaa.