Saat aku mengajak Angie mengunjungi Fort Van den Bosch, Ngawi bulan April 2025, Angie nampak cukup menikmati kemegahan benteng peninggalan Belanda ini. Tidak kusangka setelah aku mengunggah beberapa foto dolan ke Fort Van den Bosch di media sosial, seorang kawan menulis komentar, "Fort Willem I juga akan direnovasi dalam waktu dekat loh mbak." Wahhh … boleh juga nih. Pastinya Angie juga bakal suka kuajak dolan ke benteng ini (lagi!)
Ternyata tidak perlu menunggu lama. Di pertengahan bulan November 2025, reels tentang benteng ini bertebaran di media sosial; sudah selesai direnovasi dan terbuka untuk umum mulai tanggal 15 November 2025. (Bandingkan dengan benteng Van den Bosch yang butuh bertahun-tahun untuk direnovasi, lalu dibuka untuk umum.) Saat aku bertanya pada Angie kapan dia mau kuajak main ke Ambarawa, dia bilang bahwa Fitri sudah menawarinya untuk dolan bareng, dan Angie menjawab, "Besok Desember ya? Hari Minggu pertama, setelah gajian." ð
Minggu 07 Desember 2025
Aku, Angie, dan Fitri menuju dolan ke Fort Willem I. Kami janjian untuk bertemu di pom bensin yang terletak di ujung tanjakan Gajahmungkur sekitar pukul 07.20. Dari sana, dua sepeda motor langsung melaju menuju Ambarawa. Cuaca pagi itu cerah -- meski malamnya turun hujan lebat -- sehingga kami sangat bersemangat dalam perjalananan. Aku yang biasanya mudah mengantuk jika duduk di belakang Angie yang sibuk 'bekerja' mengendalikan setang sepeda motor, lol, tumben pagi itu, aku blas tidak merasa mengantuk, meski aku tidak minum kopi sebelumnya.
Ternyata setelah direnovasi, lokasi Fort Willem I dengan mudah kami 'temukan', lol. Setelah di pertigaan Bawen kami belok kanan, di traffic light berikutnya, kami belok kiri, ke arah jalan lingkar Ambarawa. Terus susuri jalan tersebut, sampai petunjuk lokasi terlihat. YOU WILL NOT MISS IT as long as you are not sleepy on the way. Haha …
Btw, menuju pertigaan Bawen, aku sudah melihat banyak pesepeda di sisi kiri jalan. Ada yang naik road bike, mountain bike, hingga folding bike. Sesampai di tempat parkir Fort Willem I yang luas sekali itu, aku baru ngeh kalau para pesepeda itu menuju lokasi benteng peninggalan Belanda ini!
Aku, Angie, dan Fitri telah sampai di lokasi sekitar pukul 08.20. Lokasi parkir sudah lumayan terisi berbagai jenis kendaraan. Kekhawatiran bahwa mungkin benteng belum dibuka untuk umum 'sepagi' itu langsung sirna! Ternyata di hari Sabtu dan Minggu, benteng sudah siap dikunjungi pukul 06.00! Aku tidak tahu apakah para pesepeda yang menuju ke benteng juga masuk ke lokasi atau hanya nongkrong-nongkrong di luar, sambil foto-foto.
Sekitar pukul 08.35 kami bertiga sudah masuk. Harga tiket di akhir pekan dibanderol Rp. 15.000,00 untuk mereka yang hanya ingin berjalan-jalan di kawasan benteng, sedangkan yang juga ingin masuk ke area di mana ada mobil-mobil jadul dipamerkan, bisa membeli tiket 'terusan' seharga Rp. 23.000,00. Jika berkunjung di hari-hari kerja (Senin - Jumat) harga tiket lebih murah limaribu rupiah.
Area Fort Willem I jauh lebih luas ketimbang area Fort Van den Bosch. Jika di Fort Van den Bosch, sebelum beli tiket masuk, di area parkir, kita bisa langsung menemukan beberapa warung yang berjualan jajanan. Di Fort Willem I, pengunjung harus masuk lokasi dulu. But don't worry, di dalam bangunan benteng, dengan mudah kita bisa menemukan banyak resto maupun kedai yang berjualan jajanan (snacks maupun makanan 'berat') dan minuman.
Kami bertiga meninggalkan lokasi sekitar pukul 12.15. Otw kembali ke Semarang, kami 'mampir' ke satu resto yang bernama Angon Jiwo. Setelah melewati pertigaan Bawen, belok ke arah Semarang. Dari sini, kami langsung mengambil posisi kanan, karena di belokan pertama, kami belok ke arah situ. Aku perhatikan nama jalannya Jl. Menteri Supeno. Resto AJ masih lumayan jauh dari jalan raya, tapi aku tidak sempat menghitung kira-kira berapa, dengan trek naik turun 'menantang' (a.k.a tajam, apalagi bagi yang naik sepeda!) Permukaan jalan yang basah memberi 'kabar' bahwa sebelum kami sampai sana, lokasi ini sudah 'dihujani'. Well, memang langit terlihat gelap, saat memandang ke arah 'bawah' (Ungaran), kami melihat penampakan kabut di kejauhan.
Begitu kami sampai di Angon Jiwo, gerimis turun, hingga menderas. Lokasi resto ini cukup terpencil dan 'mblusuk' bagiku, pemandangannya lumayan bagus, dan karena masih terletak di area Bawen, hawanya cukup sejuk, apalagi saat hujan turun. Meski terpencil, tidak berarti resto ini sepi pengunjung lo ya. Saat kami sampai, sudah banyak mobil yang terparkir di tempat parkir, juga banyak sepeda motor. Satu keistimewaan resto yang mengusung konsep ala-ala Bali ini -- menurut Angie -- diners tidak perlu menunggu lama: tak lama setelah kami pesan, pesanan kami telah siap diantarkan. Aku pesan satu porsi nasi ayam taliwang dan wedang lemongrass hangat; Angie pesan satu porsi mie goreng dan wedang lychee tea hangat; sedangkan Fitri pesan satu porsi nasi campur Bali dan wedang uwuh hangat. Harganya? Untuk ketiga macam pesanan ini, kami merogoh kocek Rp. 317.000,00 harga yang cukup sesuai dengan rasa masakannya yang istimewa.
Hujan sempat reda sebentar saat kami usai makan siang, seolah memberi kesempatan pada kami bertiga -- juga para diners lain -- untuk foto-foto di halaman luar.
Dalam perjalanan pulang, hujan kembali turun mengiringi, sampai masuk kota Ungaran. Setelah meninggalkan gapura Selamat Jalan/Selamat Datang kota Ungaran untuk masuk kota Semarang, kami tidak melihat adanya tanda-tanda hujan telah turun di kawasan ini. Yes! Hujan hanya turun di kawasan Bawen sampai 'downtown' kota Ungaran saja.
Perhaps Angie and I will be back to visit this grand Fort Willem I in the near future. Hopefully.
PT56 12.51 09 December 2025
N.B.:
Saat berada di dalam benteng, aku mendengar seorang laki-laki paruh baya bercerita tentang beda benteng peninggalan Belanda dan benteng peninggalan Portugis. Sebagai contoh benteng peninggalan Portugis, laki-laki itu menyebut benteng 'pendem' yang ada di Cilacap. Begitu saja aku jadi ingat benteng Van der Wijck yang terletak di Gombong. Kebetulan aku sempat mengunjungi benteng ini bersama Ranz di tahun 2013, saat kami bikepacking dari Solo menuju Purwokerto. Semoga kapan-kapan, aku ada kesempatan mengajak Angie dolan ke Gombong.


































