|
background: paviliun Bougenville tempat kita menginap |
Background:
Lebaran 2019 mungkin adalah 'dolan
keluar kota' pertama kita bersama: aku dan Angie, adikku Nunuk, dan adik
ragilku Riska bersama suami dan dua anaknya. Tujuan kita waktu itu ke Cirebon
dengan dua agenda utama (1) menengok makam kakakku, yang meninggal pada tanggal
21 Mei 2019 dan dimakamkan di pemakaman umum 'Kasinengan' tak jauh dari
Trangkil, dimana kakakku pernah tinggal bersama istrinya sejak menikah tahun
2005. (2) menjaling silaturahmi dengan (eks?) kakak iparku.
Tentu kita berencana untuk melakukan
hal yang sama lagi saat libur Lebaran 2020 datang. Akan tetapi seperti yang
kita tahu semua bahwa pandemi covid 19 yang kasus pertamanya ditemukan di Bogor
di awal bulan Maret 2020 telah mengubah banyak hal. Sejak pertengahan bulan
Maret pemerintah menghimbau masyarakat untuk lebih sering tinggal di rumah,
ketimbang 'keluyuran' keluar rumah dan mungkin terpapar/menularkan virus
corona. Maka, saat Lebaran 2020 tiba, aku dan keluarga anteng saja tinggal di
rumah, tidak kemana-mana. Bahkan kita tidak pergi ke 'lapangan' untuk
melaksanakan shalat Ied.
Pemerintah waktu itu berjanji untuk
tetap memberikan cuti libur kepada ASN (terutama) dan karyawan swasta di akhir
tahun, dengan harapan bahwa setelah 3 - 5 bulan, kasus covid 19 akan berkurang.
Sayangnya, 'penerawangan' ini kurang tepat. Libur weekend panjang di bulan
Oktober -- yang membuat banyak orang berpergian antar kota/propinsi -- ternyata
meningkatkan kasus covid 19. jumlah pasien yang diketahui positif covid 19
terus meningkat, meski jumlah pasien yang sembuh juga meningkat, namun tetap
belum bisa menghentikan kasus covid 19 di Indonesia.
Dengan berat hati, pemerintah
membatalkan memberikan cuti libur di akhir tahun. Bahkan dengan kasus covid 19
yang kian meningkat, pemerintah malah melakukan pemantauan yang kian ketat pada
orang-orang yang tetap akan melakukan traveling antar kota antar propinsi:
orang-orang wajib test antigen / swab sebelum melakukan perjalanan.
Riska semula berencana pergi
mengunjungi kawannya yang tinggal lumayan jauh dari rumah dengan keluarga
kecilnya. Untuk itu, dia menyewa sebuah mobil. Namun, setelah menyewa mobil,
ternyata kawannya itu tidak berani menerima tamu karena baru saja ada tetangga
rumahnya yang positif covid dan meninggal.
Sebagai ganti, dua adikku berencana untuk ke Cirebon. Sudah sempat
berkomunikasi dengan kakak ipar yang tinggal di Cirebon, dia sudah bilang oke.
Namun ketika pemerintah mengeluarkan pengumuman akan mengadakan test antigen
secara random di jalan-jalan, plus ternyata kasus covid 19 di kitaran tempat
tinggal kakak iparku juga meningkat, kita terpaksa membatalkan pergi ke
Cirebon.
Kemudian dua adikku berencana untuk
'plesiran' pergi ke Bandungan/Gedong Songo dan menginap semalam disana, demi
mendapatkan suasana yang berbeda, karena di Semarang biasa terpapar hawa panas,
lol. Nah, aku yang ternyata tetap belum bisa move on dari Jogja pun mengusulkan
untuk dolan ke Jogja, apalagi Kaliurang memang sedang sepi-sepinya. Plus ada
seorang kawan medsos yang bilang bahwa Gembira Loka cukup sepi di masa covid
begini. Dan … begitulah, akhirnya pada tanggal 26 - 27 Desember kita bertujuh
dolan ke Jogja.
26 Desember 2020
Aku bangun sebelum jam 5 pagi,
nyiapin sarapan sederhana dan bekal di perjalanan. Kita berangkat menjelang
pukul setengah delapan, terlambat dari rencana kita semula, pukul 7. :) Kita menuju Jogja melewati jalan 'biasa',
bukan jalan tol, menghindari bertemu dengan pasukan test antigen, (who knows?)
yang katanya mungkin akan memeriksa mereka yang lewat jalan tol, secara random.
Masuk kota Jogja lewat Jl. Magelang,
kita belok ke Jl. Diponegoro setelah sampai perempatan Pingit. Aku sengaja
mengajak lewat Malioboro untuk sekedar melihat suasana. Dan, benar, jalanan
macet seperti biasa meski di sepanjang para pedagang kaki lama belum terlihat
tumpukan orang-orang yang ingin belanja. Banyak kereta wisata di
pinggir-pinggir dengan kuda-kuda dalam variasi ukuran. 2 keponakanku takjub
ketika melihat beberapa kuda dalam ukuran yang sangat besar. :)
Sesampai titik 0, kita belok kiri.
Untuk sampai Gembira Loka kita harus melewati traffic light di sepanjang jalan
ini dan semuanya pas berwarna merah saat kita sampai di titik traffic light. :D
Kesan bahwa Jogja itu padat pengunjung saat liburan tetap terlihat, meski di
tengah-tengah masa pandemi, dan pemerintah kota Jogja berusaha untuk meredakan
laju covid 19.
|
background: kandang onta :) |
Ternyata sekarang pengunjung ke
Gembira Loka memiliki dua pilihan untuk masuk, pintu masuk Barat untuk mereka
yang akan membeli tiket secara cash, sedangkan pintu masuk Timur untuk mereka
yang membeli tiket non cash. Kita memilih pintu masuk Barat. Sebelum masuk,
kita menghabiskan dulu bekal kita untuk mengisi perut agar tidak terlalu kosong
saat berjalan-jalan di dalam kawasan kebun binatang yang cukup luas itu.
Aku dan keluarga masuk GL sekitar
pukul 11.45. Tata cara sebelum beli tiket: pertama kita ke loket pendaftaran.
Disini kita akan ditanyai nomor WA juga menunjukkan KTP (salah satu anggota
rombongan sudah cukup). Kemudian kita ke loket pembelian tiket. Disini kita
diminta menunjukkan 'message' yang dikirim ke nomor WA yang kita berikan kepada
petugas di loket pendaftaran. Sebelum masuk, kita akan diminta mencuci tangan
dan suhu badan kita dicek oleh petugas.
Harga tiket Rp. 75.000,00 per orang.
Anak yang tinggi badannya lebih dari 80 cm harus sudah membeli tiket sendiri.
Fasilitas yang diberikan adalah naik kapal/perahu wisata dan kereta wisata di
dalam kawasan Gembira Loka secara gratis. Kita boleh naik berulang kali sampai
bosan, lol. Jika ingin naik speed boat di dalam 'telaga' di dalam kawasan masih
harus bayar lagi ya, entah berapa karena aku tidak naik itu.
Kereta wisata ini terasa sangat
membantu mereka yang malas berjalan kaki mengitari kawasan wisata GL. Ada
beberapa halte dimana kita bisa naik/turun sesuai keinginan/kebutuhan.
Sayangnya hujan turun sekitar pukul
13.20. saat itu aku, Angie dan Nunuk adikku sedang masuk area kucing-kucing.
Sedangkan Riska dengan suami dan 2 anaknya jalan-jalan di tempat lain.
Kebetulan area kucing-kucing ini berada di dekat halte 'Cakar' yang tidak jauh
dari pintu keluar Barat. Aku meminta Riska untuk naik kereta dan menyusulku di
halte Cakar. Setelah mereka sampai, hujan benar-benar menderas membuat kita
tidak bisa kemana-mana. Kebetulan yang ingat membawa payung hanya Angie :D pagi
sebelum berangkat, aku sudah sempat memegang payung, tapi waktu melihat Cantiq,
kucing peliharaan kita, aku letakkan kembali payung itu, untuk memberi makan
Cantiq sebelum berangkat. Dan … kemudian aku lupa.
Untunglah menjelang pukul 14.00 hujan
sedikit mereda. Kita pun nekat berjalan keluar. Payung dibawa Riska, dia
berpayungan berdua dengan Adek, si bungsu. Nunuk melindungi dirinya dan Rani
dengan jaketnya yang waterproof. Aku, Angie, dan suami Riska berjalan
melenggang. Untung kita bertiga mengenakan topi sehingga lumayan melindungi
kepala.
Setelah keluar, untung ada area yang
terlindung 'atap', disini kita menunggu mas Ari, suaminya Riska, berjalan ke
mobil dan menjemput kita.
Keluar dari Gembira Loka, aku
mengarahkan mas Ari menuju jalan yang ada SMA N 8 di ujung (aku lupa nama
jalannya) dimana setelah kita belok kiri, di ujung perempatan ada Balaikota;
kita belok kanan ke Jl. Timoho. Keluar dari Jl. Timoho, kita sampai Jl. Solo /
Laksa Adi Sucipto. Kita mengambil arah belok ke Jl. Gejayan, kemudian melipir
di pinggir Selokan Mataram, kemudian masuk ke Jl. Kaliurang.
Sempat mampir di satu minimarket untuk
belaja beberapa jenis cemilan dan air mineral untuk bekal, di Jakal km. 9.
setelah itu, kita lanjut sampai Tlogo Putri. Rencanaku mau mengajak keluarga
menginap di Hotel Srikandi, tempat aku menginap seminggu sebelumnya bersama
Ranz, Angie, dan Fitri. Sayangnya, sesampai hotel yang kita tuju, semua kamar
sudah terisi. Untungnya ga pakai sulit, kita menemukan hotel yang mirip2 hotel
Srikandi, yakni Graha Kinasih, yang terletak di Jl. Boyong, sekitar 1,5
kilometer dari Tlogo Putri. Oleh si pengelola, kita diberi satu paviliun dengan
2 kamar, satu kamar untuk dua orang, satu kamar lagi bisa untuk 4 orang. Ada
dapur dan meja/kursi makan, plus ruang tamu. Harganya sangat bersahabat: hanya
Rp. 600.000,00. di dapur, kita disediakan kompor gas, air mineral dalam
dispenser, piring, gelas sendok, dan beberapa sachet kopi. Alhamdulillaaah.
Usai check in, kita keluar mencari
makan siang/sore. Ternyata, dari paviliun Bougenville (nama paviliun yang kita
tempati) ke RM Pak Parto dekat banget! Tapi karena waktu itu rumah makan sedang
tutup (kayaknya sedang ada acara keluarga semacam pengajian) kita ke tempat
lain: ke lokasi seberang RM Pak Parto dimana ada gerobag berderet-deret yang
berjualan bakso, sate, dll. Sore itu, Angie dan Riska memesan mie bakso,
sedangkan yang lain memesan sate ayam plus lontong.
Selesai makan, Riska dan keluarganya
kembali ke penginapan, sedangkan Aku, Angie, dan Nunuk jalan2 ke Tlogo Putri.
Cuaca masih sangat mendung, kadang gerimis tipis, tapi masih oke untuk
jalan-jalan.
Menjelang maghrib kita sudah kembali
ke penginapan. Karena perut terasa cukup kenyang, kita tidak perlu keluar untuk
cari makan lagi.
Malam itu, aku tidur di kamar yang
besar bersama Angie, Nunuk dan Rani. Di kamar yang satunya dipakai Riska, mas
Ari, dan Adek.
Minggu 27 Desember 2020
Liburan itu paling enak bangun agak
siangan, lol. Meskipun begitu, pukul enam aku sudah mengajak 2 keponakanku
keluar jalan-jalan, bersama Angie dan Nunuk. Meski trek naik turun tajam, 2
keponakanku senang-senang saja tentu karena hawa yang sejuk dan matahari belum
terlihat bersinar.
Pukul tujuh kita mulai antri mandi.
:D sekitar pukul 8 kita keluar, untung RM Pak Parto sudah buka, jadi kita
sarapan disini. Pagi itu RM Pak Parto nampak ramai sekali dengan gerombolan
para motoris. Mungkin memang para motorist itu biasa mampir makan disitu ya
jika mereka 'turing' ke Kaliurang.
Setelah sarapan, kita ke Tlogo Putri,
ada area main anak-anak dimana kita bisa masuk tanpa perlu membeli tiket. :D
kali ini suasana Tlogo Putri cukup ramai, dibandingkan seminggu sebelumnya saat
aku, Ranz, Angie dan Fitri menginap. Banyak jeep untuk tour yang mengadu
peruntungan datang. Tapi, memang lumayan banyak juga orang-orang yang nampak
naik jeep. Aku tidak berani mengajak 2 keponakanku naik jeep. Lagian, toh, 3
tahun sebelumnya aku dan Angie sudah pernah naik sampai Bunker Kali Adem.
Dari Tlogo Putri, aku mengajak masuk
Taman Kaliurang, hanya berlima. Aku mempersilakan Riska dan mas Ari pulang
terlebih dahulu ke penginapan untuk istirahat.
Pukul 12.30 kita meninggalkan
penginapan. Karena Nunuk ingin melihat 'Stonehenge' KW itu seperti apa, kita
kesana. Sempat digoda hujan on the way kesana, untunglah ketika kita sampai,
hujan berhenti, memberi kita kesempatan untuk foto-foto. Dari sini, kita turun
ke Jakal km 15 untuk makan siang.
On the way keluar Jogja, aku mengajak
mampir Café Brick, karena aku ingin banget nunjukin Angie café yang bangunannya
ala-ala British ini. :D dari sini, Angie mengajak lewat Jl. Palagan, tempat dia
lewat seminggu sebelumnya bersama Fitri. Mereka sempat mampir ngopi di La Luna
Resort waktu itu.
Jam lima sore kita sampai Jl.
Magelang, siap meninggalkan kota Jogja. Perjalanan lancar, meski ada sedikit
kemacetan di beberapa titik. Kita mampir di satu toko oleh-oleh sebelum keluar
Magelang.
Kita sampai rumah sekitar pukul
21.30, setelah makan malam di satu warung makan di kawasan Pusponjolo.
Semoga di tahun 2021 ini kita
berkesempatan traveling bareng lagi. Amiiiin.
PT56 09.26 03-Januari-2021