Kamis 9 Mei kebetulan adalah libur Kenaikan Isa Almasih. Kami sekeluarga menyempatkan diri keluar berjalan-jalan.
Angie kepengen jalan-jalan ke Kampung Melayu; ini adalah triggernya. Aku sempat heran kok mendadak Angie kepengen ke sana. Dia sendiri hanya nyengir ga jelas ketika kutanya. Jawabnya, "Entahlah Ma. Tiba-tiba saja Angie pengen ke sana." Baiklah! Kebetulan memang aku kepengen juga mengenalkannya dengan Masjid Menara yang legendaris.
Kami sekeluarga -- minus suaminya Riska yang harus tetap masuk kerja -- meninggalkan rumah sekitar jam 08.15. tumben Riska berani naik motor sendiri kali ini, jadi kami berenam naik 3 motor: aku memboncengkan Rani, Angie memboncengkan Noek, tantenya, dan Riska memboncengkan Adek. Aku yang memimpin peleton, lol, langsung menuju ke Kampung Melayu. Spot pertama untuk berfoto adalah gapura bertuliskan KAMPUNG MELAYU.
"Loh, Kampung Melayu hanya seperti ini to Ma?" tanya Angie heran. Lol. Nah kan? Lol. Aku yakin jika kami ikut 'pasukan' Bersukaria Walk dengan guide yang bisa menjelaskan ini itu, tentu Kampung Melayu akan lebih menarik diulik ini itu.
Dari gapura, kami menuju Masjid Menara. Kami berfoto-foto dengan latar belakang menara masjid. Aku menyempatkan bercerita ke Angie dan dua keponakan bahwa masjid yang ada sekarang ini tinggal satu lantai, padahal di awal dulunya masjid ini terdiri 2 lantai. Yang lantai pertama sudah 'terkubur': saking seringnya area ini banjir, harus terus menerus dinaikkan permukaannya, sehingga sekarang yang bisa kita lihat hanyalah 'sisa' jendela di lantai satu yang tinggal seperempat jendela. Aku juga menjelaskan bahwa konon menara yang ada sekarang, di awal pembangunannya, pernah dimanfaatkan sebagai mercusuar, sampai mercusuar Willem 3 dibangun di tahun 1884. (honestly, waktu googling tahun berapa mercusuar ini dibangun, 3 sites yang kukunjungi menyebut tahun yang berbeda, lol. Just tryi googling it by yourself, lol.)
Dari area pelabuhan, kami ke Kampung Batik. Awalnya ini tidak masuk itinerary (eh, pelabuhan juga gak masuk itinerary awal ding, ha ha), mendadak Noek menyebut ini. Oke deh, kita mampir ke sana saja. Riska dan kedua anaknya belum pernah ke Kampung Batik.
Dari Kampung Batik, karena ga punya ide mau ke mana lagi, lol, kami langsung ke Kota Lama. Aku berjanji menraktir pecel / tahu gimbal / tahu campur di warung Ning Halimah, tempat seorang kawan bekerja di sana. Ternyata sampai sana, warung belum buka. Ya sudah. Kami jalan-jalan dulu di sekitar situ.
Kapan-kapan kami jalan-jalan lagi, dalam rangka mengenal kota sendiri.
PT56 12.09 10/05/2024
No comments:
Post a Comment