Angie in 2007 |
Sekolah Angie sedang heboh!!!
Pasalnya beberapa hari yang lalu, well let’s say around a week ago, seorang anak kelas XI IA 9, yang mengaku mimpinya sering menjadi kenyataan, bermimpi dalam perjalanan study tour ke Bali, dua bus mengalami kecelakaan, satu bus terbakar, kemudian meledak, sedangkan bus yang satu lagi—yang konon dinaiki kelas IS (dulu disebut IPS)—ditabrak kereta api. Angie sempat bercerita tentang hal ini kepadaku, namun aku tidak menanggapinya dengan serius, yah ... aku anggap sebagai cara seorang anak mencari sensasi.
Hari Sabtu kemarin, beberapa siswaku berbincang tentang hal ini dengan ribut di dalam kelas, sebelum aku memulai pelajaran. Aku sendiri sudah lupa dengan cerita Angie tentang seorang teman yang tidak dia kenal secara langsung yang bermimpi tentang kecelakaan tersebut. Yang aku tangkap dari perbincangan beberapa siswaku itu adalah dia tidak diperbolehkan ikut study tour ke Bali yang akan diselenggarakan awal bulan Januari 2008.
“Your parents do not let you join the study tour to Bali?” I asked her.
“In fact the problem is not as simple as that, Miss. Tapi ada seorang anak kelas XI IA 9 yang mengaku bermimpi rombongan sekolah mengalami kecelakaan. Dan anak itu mengaku mimpinya sering menjadi kenyataan.”
Aku langsung ingat cerita Angie beberapa hari lalu.
“Have your teachers known about this?” tanyaku.
“Well, some yes, Miss. Our religion teacher said, “Just wait and see.” We wanted the principal to postpone the study tour several months, not in January but he did not agree. Kalau kecelakaan itu benar-benar terjadi gimana dong?”
“Do you believe if God has destined us to die, we cannot postpone it? not even any single minute?” tanyaku lagi.
“Yang penting kan kita sudah berusaha Miss?” kata salah satu dari mereka.
Aku kemudian bercerita pengalaman seorang rekan guru sekitar satu tahun yang lalu. Satu hari anaknya minta ijin untuk ikut rombongan teman-temannya yang akan pergi ke Jogja untuk mengikuti sebuah kompetisi. Sang ayah—rekan guruku itu—bilang,
“Nak, sebentar lagi kamu akan pergi study tour ke Bali bersama teman-temanmu. Kalau ada apa-apa dalam perjalanan ke Jogja, yang menyebabkan kamu tidak bisa ikut ke Bali, kamu akan sangat menyesalinya nanti.”
Sang anak yang termasuk penurut ini pun menuruti saran sang ayah, dia tidak jadi ikut teman-temannya ke Jogja. Pada hari yang sama dia bermain sepak bola bersama teman-teman yang lain, di halaman sekolah, seusai pelajaran hari itu. Di tengah-tengah permainan, karena tendangan bola yang sangat keras menimpanya, dia pun terjatuh. Entah bagaimana ceritanya, namun salah satu tangannya (aku lupa kiri atau kanan) patah, yang menyebabkannya tidak bisa masuk sekolah selama beberapa hari setelah itu, karena harus mengikuti terapi penyembuhan. Temanku membawanya ke ‘sangkal putung’ yang secara ajaib mengobati patah tulang tanpa melalui operasi.
Akibat lain? Dia tidak jadi ikut study tour ke Bali.
Mendengar ceritaku, para siswaku yang semula ribut memperbincangkan tentang mimpi aneh itu, pun terdiam. Seorang siswa lain, dari sekolah yang lain menyelutuk,
“Biasanya sih mimpi yang diceritakan kepada pihak lain justru tidak jadi kenyataan. Sekarang kan seluruh sekolah tahu mimpi itu. So, just relax!!!”
Pada saat yang sama aku teringat salah satu cerita dalam AKAR, Guru Liong yang telah memimpikan berulang kali bahwa dia akan menemukan seorang bayi di bawah pohon asam yang terletak tak jauh dari vihara tempat dia tinggal dan mengabdikan dirinya kepada Buddha. Dan mimpi itupun menjadi nyata. Setelah beberapa bulan memimpikan hal tersebut, satu hari di waktu pagi, Guru Liong menemukan seorang bayi. Sang bayi diberi nama BODHI, karena kalau diberi nama ASAM sesuai nama pohon yang menaunginya tatkala dia ditemukan, akan terdengar janggal bagi telinga orang Indonesia. LOL.
Aku percaya orang-orang tertentu diberi kelebihan oleh Sang Maha Kuasa untuk dapat ‘meneropong’ masa depan, yang mungkin saja melalui mimpi-mimpi yang hadir di tengah tidurnya. Dan sulit bagi kita untuk membedakan—at least for me—yang manakah yang memang diberi kelebihan ataukah hanya sekedar ‘beruntung’ apa yang dia impikan menjadi kenyataan.
Aku ingat di kelas yang sama, sekitar satu bulan yang lalu, kita membahas ‘dream’ yang dimaksudkan ‘keinginan’, namun beberapa siswa tidak bisa membedakan ‘dream’ yang datang dalam tidur sebagai penghias tidur malam, ataukah ‘dream’ yang merupakan harapan atau keinginan untuk masa depan kita. I asked my students, “Have you ever dreamt of something that you thought impossible for you to reach? But after some time, you got that.”
A student—the same student who was forbidden by her parents to follow the study tour to Bali next January due to the weird dream coming to a student—said,
“Several months ago I dreamed of entering Social major. The following morning, when my father took the report at school, the report told me that my dream came true.”
“Did you really want to major in Social before that?” I inquired.
“No Miss. I wanted to major in Science of course.”
PT56 15.40 021207
No comments:
Post a Comment