Segala sesuatu memiliki dua mata pisau: positif dan negatif, tergantung dari perspektif mana kita memandangnya. Demikian juga teknologi. Teknologi telpon selular misalnya. Di satu sisi sangat membantu seseorang yang dalam kegiatannya sehari-hari sangat ‘mobile’ sementara dia harus tetap mudah dijangkau dan menjangkau. Ini dari sisi positif. Dari segi negatif, misalnya saja, kemungkinan terkena radiasi yang cukup tinggi dari telpon seluar, seseorang memiliki kecenderungan untuk terkena penyakit ini itu, misalnya saja tumor otak, kurang suburnya sperma, dll.
Bagi para pelajar, terutama di musim ujian, teknologi komunikasi via telpon selular, baik melalui sms, maupun feature yang lain (misal, MXIT), sangat ‘membantu’ mereka untuk saling meminta dan memberi contekan. ‘Membantu’ jika dilihat dari perspektif mereka, karena meringankan beban harus belajar keras; ‘merusak’ mungkin dari perspektif guru yang mengharapkan para siswanya belajar dengan baik, dan tidak menggunakan ‘metode’ contek mencontek.
Hal ini pun dilakukan oleh seorang Angie. :-D Apakah sebagai nyokapnya aku tahu? Aku tahu banget! Seperti aku juga tahu bahwa meskipun dia tidak meninggalkan ‘budaya’ saling membantu dan meminta bantuan dalam ujian, dia tetap saja belajar dengan giat di musim-musim ujian, seperti minggu lalu. Mengapa aku diam saja? Bukan karena aku berpikir ‘Angie membantuku’ tatkala mencontek temannya atau memberikan contekan (agar memperoleh nilai bagus, sehingga ini berarti Angie membantuku kan?), namun lebih cenderung karena aku sudah cukup menghargai usaha dia untuk belajar dengan giat. Kalau ternyata yang dia pelajari tidak keluar pada soal-soal ujian, ya boleh sajalah dia mencontek temannya.
Aku ada alasan lain untuk hal ini. Sebagai seorang guru, aku lebih suka tatkala siswa-siswiku memahami suatu permasalahan dengan benar, suatu teori dengan benar, menganalisis suatu peristiwa dengan benar, dll, daripada hanya sekedar menghafalkan untuk ujian, setelah itu lupa. ‘Kultur’ pendidikan di Indonesia, hafalan jauh lebih terkenal daripada memahami suatu permasalahan, mengerti teori, maupun memahami mengapa suatu peristiwa terjadi pada satu waktu tertentu. Nampak kemungkinan para pendidik tidak mementingkan apakah anak didiknya memahami topik yang didiskusikan, yang penting mereka hafal. Ataukah mereka tidak mengerti beda hafalan dan pemahaman?
Apa resiko tatkala seorang siswa/mahasiswa lulus hanya karena hafalan saja? Ketika dia memasuki dunia kerja, dia tidak akan memahami kasus/topik atau apapun itu yang dia hadapi, karena dia hanya hafal, namun tidak paham. Ketika diberi permasalahan yang sama, namun dengan kasus lain, dia akan mudah grogi dan tidak mampu memecahkannya dengan baik.
Aku selalu menekankan pada Angie, juga para siswa/siswiku, bahwa pemahaman jauh lebih penting daripada hanya sekedar menghafalkan. Pemahaman membutuhkan waktu dan proses yang lebih panjang. Ini sebab banyak siswa/mahasiswa lebih memilih jalan pintas—menghafalkan. Hal ini juga yang nampaknya lebih dituntut dari para guru/dosen. Atau mereka berpikir bahwa jika seorang siswa/mahasiswa hafal, hal ini siswa/mahasiswa tersebut paham?
***
Beberapa hari lalu Angie sms, “Ma ... hapenya Angie disita!”
Aku langsung menelponnya—via nomor telpon temannya. “How did it happen honey?”
Bahwasanya dia tidak hati-hati tatkala menggunakan hape ketika ujian, (ketika mencontek atau pun memberi contekan tentu saja), LOL, adalah alasan utamanya.
Dua hari kemudian, aku ke sekolah Angie—yang juga almamaterku—untuk bertemu Wakasek, untuk mengambil hapenya. Tidak banyak basa basi, hanya Angie harus menandatangani sebuah surat pernyataan bahwa dia tidak akan melakukannya lagi. Aku harus ikut menandatangani surat pernyataan itu.
Setelah selesai, Angie diminta keluar ruangan, karena pak Wakasek akan berbicara khusus denganku.
Aku pikir ada sesuatu yang penting yang akan diperbincangkan denganku selaku ortu Angie; atau mungkin sekedar ‘judgmental’ character of a teacher, bahwa sebagai ortu, aku ga merhatiin anak yang contek-contekan. Dan dia akan memintaku untuk lebih memperhatikan Angie. (Biasa, ini hasil dari cara berpikirku yang terlalu cepat, LOL, atau aku ternyata memiliki sifat defensif yah? LOL.)
Ternyata ... oh ternyata ...
The vice principal talked something else.
He said he accidentally (though I don’t believe that he did it accidentally) read a new message from Angie’s dad, and fussily and nosily asked me, “Have you been separated from him?”
G-U-B-R-A-K!!!
Well ... teknologi pun telah ‘membantu’ orang asing tahu hal-hal yang dia tak perlu tahu!!!
PT56 141208
No comments:
Post a Comment