Wednesday, April 12, 2017

KE JOGJA NOSTALGIA MASA KULIAH Day 2

Senin 27 Maret 2017 Day 2

Pukul enam pagi aku putuskan untuk meninggalkan tempat tidur untuk mandi dan siap-siap. Setelah sarapan nasi kuning yang disediakan oleh hotel, aku dan Angie meninggalkan hotel pukul setengah delapan.

Aku ingat dulu ada (banyak) angkutan menuju Kaliurang, yang berangkat dari terminal Terban, di ujung Jalan c. Simanjuntak. Aku dan Angie berjalan menuju perempatan dimana Mirota Kampus terletak. Kita menunggu angkutan di depan Fakultas Pertanian UGM. Kata Raditya, meski jarang, sekarang masih ada angkutan umum menuju Kaliurang.

Tidak lama berselang, satu angkutan umum dengan tulisan KALIURANG di kaca depan datang. Ah ... ternyata sekarang angkutan itu tidak melewati Jalan C. Simanjuntak kala meninggalkan terminal Terban, namun muter ke Jalan Cik Di Tiro. Kalau tahu begitu, kita ga perlu berjalan kaki menuju perempatan, cukup menunggu angkutan lewat di seberang RS. Panti Rapih. J

Angkutan yang kita naiki meninggalkan fakultas Pertanian pukul 07.44. dengan berjalan sangat lambat, colt menuju utara, ke arah Kaliurang. Dengan begini, aku justru bisa menikmati pemandangan di sepanjang jalan (kenangan). :D Sudah ada banyak bangunan yang berubah fungsi. Di Jakal km 4,8 dulu ada toko ARTHA, tempat orang menuju untuk membeli segala jenis kamera, film, maupun untuk ‘afdruk’ alias cetak foto. Sekarang bangunannya masih ada, namun sudah berubah fungsi. Ada warung makan yang telah berubah menjadi distro. :D Yang menyenangkan, aku masih melihat bangunan kos tempat aku tinggal tahun 2005 masih ada, tempat aku ‘berjuang’ menyelesaikan menulis tesis di tahun 2005 itu.

Sekitar pukul 08.44 angkutan sampai di satu pasar yang terletak di Jakal km 17. Semua penumpang telah turun. Tinggal aku dan Angie. Waduw, alamat kita bakal dipindah nih. Baru aku selesai berpikir begitu, sang sopir meminta kita untuk pindah ke angkutan lain. Di angkutan ini, aku melihat ada 6 penumpang lain, 5 perempuan, 1 laki-laki. Dua perempuan berkerudung,  3 perempuan lain berambut putih, si laki-laki juga berambut putih, yang menunjukkan bahwa mereka telah senior dalam hidup ini. Selain 5 penumpang, mobil juga penuh dengan barang-barang bawaan mereka, berbagai jenis sayur mayur, dan tetek bengek lain yang menunjukkan bahwa mereka (mungkin) adalah pedagang yang berjualan di kawasan Tlogo Putri, Kaliurang.

Aku bertanya dengan seorang penumpang yang duduk di sebelah Angie, jam berapa angkutan terakhir meninggalkan Kaliurang di sore hari. Jawabannya sangat mengagetkanku karena angkutan yang kunaiki itulah angkutan umum terakhir yang menuju Tlogo Putri, dan tentu sang sopir tidak akan menunggu lama. Setelah semua penumpang turun, dia akan langsung kembali ke arah Jogja.

“Sekarang jarang Mbak angkutan seperti ini dari Jogja ke Kaliurang. Dulu sih banyak. Sekarang orang-orang lebih memilih berkunjung ke Kaliurang dengan naik kendaraan sendiri, lebih leluasa mungkin ya, sehingga angkutan umum seperti ini sudah jarang yang beroperasi.”

Ok. Fixed. Berarti aku dan Angie ga bakal bisa kembali ke Jogja di hari yang sama. Kita (terpaksa) menginap di kawasan Tlogo Putri malamnya. Padahal rencana di malam kedua ini, kita akan menginap di rumah Detta – salah satu sobatku – yang rumahnya di Jalan Kaliurang km 8, sekaligus reunian, ngobrol. Bye bye Detta ... J

Di perjalanan, selepas Jakal km 22-an, aku mulai melihat beberapa lokasi yang menawarkan “lava tour Merapi”, satu hal yang ingin kulakukan. Sempat berpikiran untuk berhenti di satu lokasi yang menawarkan itu, namun, kupikir sebaiknya kita sampai di Tlogo Putri saja, yang terletak kurang lebih 25 km dari titik 0 kota Jogja. Tentu saja sambil berharap bahwa nanti di Tlogo Putri, kita bakal menemukan tempat yang menawarkan ‘lava tour’ ini.

Angkutan kedua yang kita naiki menuju Tlogo Putri ini sampai di pelataran parkir Tlogo Putri – di lembah Gunung Merapi – pukul 10.00, kurang lebih 2 jam setelah kita meninggalkan kawasan UGM.

Hal pertama yang kita lakukan setelah sampai di lokasi wisata yang berhawa sejuk ini adalah mampir ke toilet. :D Berhubung kita berdua sedang sama-sama menstruasi, kita sama-sama mudah memproduksi air kencing. LOL. Setelah itu, kita sarapan kedua. :D Sarapan nasi kuning yang kita dapatkan dari hotel Limaran kurang ‘nendang’. LOL. Di salah satu tempat makan yang ada di lokasi, aku memilih menu nasi goreng spesial, sedangkan Angie memilih indomie rebus + telur + sayur.


Usai sarapan kedua, kita masuk ke lokasi wisata yang sekarang disebut “Tlogo Muncar”. Harga tiket Rp. 6000,00 per orang. Terakhir aku kesini tahun 2011, beberapa bulan setelah gunung Merapi meletus, lokasi wisata ini masih porak poranda. Kita tidak bisa berjalan kemana-mana, kecuali hanya memutari lokasi yang terletak tak jauh dari pintu masuk. Rute trekking tak terlihat sama sekali. Rusak.

Kali ini trek menuju Plawangan tetap rusak, tak bisa dilewati. (Gosh, Angie lupa bahwa di tahun 2003, dia kuajak kesini bersama bokapnya, kita trekking menuju Plawangan!) Namun, pemda telah menyediakan menu trekking lain, yakni menuju gardu pandang Pronojiwo. Well, not bad laaah. J Jarak yang harus kita tempuh menuju Pronojiwo kurang lebih 700 meter. (Lebih pendek ketimbang trekking menuju air terjun Semirang yang 1 km. Dan ... jauuuuh lebih pendek ketimbang trekking menuju Curug Lawe. Hahaha ...)




Rute menuju Pronojiwo tidak hanya jauh lebih pendek, namun juga jauh lebih mudah dilewati. Kutengarai, tentu ini karena didukung oleh pemda yang tidak ingin lokasi wisata ini mati, tidak melulu menggantungkan kedatangan wisatawan yang datang ‘hanya’ untuk ber’lava tour’ semata. Demi kelangsungan hidup para pedagang di pelataran parkir juga tentu. Oh ya, daerah ini terkenal dengan jualan ‘jadah’ dan ‘tempe’ bacemnya.

Untuk meringankan trekking, aku dan Angie menitipkan backpack kita di tempat dimana kita sarapan. J meski ini adalah hari Minggu, kita tidak banyak melihat wisatawan yang trekking menuju Pronojiwo.

On the way balik ke pelataran parkir, kita bertemu dengan rombongan anak-anak sekolah dengan guru sekolahnya. Rupanya, anak-anak itu tetap bisa ‘having fun’ berangkat sekolah di hari ‘kejepit’ karena acaranya adalah field trip. :D

Sesampai di ‘playground’, tak jauh dari pintu masuk, maupun air terjun Tlogo Muncar, kita melihat lebih banyak wisatawan ketimbang saat kita baru datang. Bagus lah. J

Menjelang pukul 14.00 kita telah berada di tempat ‘info lava tour Merapi’. Ada 3 jenis tour, yang paling pendek berharga Rp. 350.000,00, yang tengah-tengah Rp. 450.000,00, dan yang paling panjang Rp. 5550.000,00. Kita memilih yang paling pendek, karena itu pun akan memakan waktu 2 jam.

Akhirnyaaaaaaaaaaaa. My dream come true! :D Sudah selama beberapa tahun aku memendam keinginan menjelajah kawasan yang menjadi korban keganasan letusan gunung Merapi tahun 2010!


Tiga lokasi dipilih untuk para wisatawan yang memilih jalur pendek dari ‘lava tour Merapi’ ini. Yang pertama adalah desa Petung, salah satu desa yang terparah terkena keganasan letusan gunung Merapi. Ada sekitar 3 rumah yang masih lumayan utuh dinding-dindingnya. Di rumah itu ditata banyak pernak-pernik peninggalan letusan gunung Merapi. Dari berbagai macam bahan pecah pelah, jam, gambar-gambar, sepeda motor, hingga kerangka binatang (sapi) yang dipajang. Beginilah cara orang-orang di sekitar gunung Merapi kembali bersemangat untuk survive dari letusan gunung, dengan cara memanfaatkan sisa-sisa letusan itu.


Tempat kedua yang kita hampiri adalah lokasi dimana terletak batu ‘alien’. Batu yang ‘mendadak’ ada setelah letusan gunung, yang jika dilihat dari satu sisi tertentu, batu ini ternyata ‘berwajah’, bisa kita lihat bentuk mata, hidung, hingga bibirnya. Di tempat yang sama, ada pemandangan spektakuler, yakni sungai Gendol tempat mengalir lava yang dimuntahkan oleh gunung. Oleh beberapa orang tertetu spot itu dimanfaatkan dengan menyediakan satu papan untuk berfoto-ria. Cukup dengan membayar sepuluh ribu satu orang, kita bisa berfoto dengan latar belakang bukit hijau dimana di depannya adalah sungai Gendol.

Tempat ketiga yang kita sambangi adalah Bunker Kaliadem. Aku dan Angie tidak bisa terlalu menjelajah disini karena mendadak turun hujan. Bunker ini pun menjadi korban keganasan lahar panas yang dihasilkan dari letusan gunung Merapi di tahun 2010. Ada 2 sukarelawan yang meninggal disini, terpanggang api. L


Dari Bunker Kaliadem, kita kembali ke titik semula, pelataran parkir Tlogo Putri. Dalam perjalanan, sopir jeep yang kita naiki (lupa nanya namanya :D) menawarkan kita untuk nyebur ke sungai yang kita lewati. Angie dengan bersuka cita menerima tawaran itu. Lumayan, menambah pengalaman, naik mobil jeep melewati sungai yang berair. LOL.

Kita sampai di Tlogo Putri kembali sekitar pukul 16.00 dalam kondisi hujan deras. Sopir jeep yang baik hati itu mengantar kita ke salah satu penginapan, yang terletak tak jauh dari patung Elang Jawa. Saat beristirahat.

Jelang maghrib kita keluar untuk makan malam. Penginapan itu sekaligus juga rumah makan, sehingga mudah bagi kita untuk mencari makan. J Kali ini, aku memilih menu capcay goreng, sedangkan Angie memilih bihun rebus.


Malam itu kita nonton debat paslon gubernur cawagub DKI nomor 2 dan nomor 3 di Metro TV sebelum tidur. J Hawa yang cukup dingin mengantar kita ke kelelapan yang lumayan nyaman.

No comments: