Monday, December 10, 2018

Dolan Ungaran: Why Not?



DOLAN UNGARAN

Ada tanggal merah di tengah-tengah ‘weekdays’, yakni tanggal 20 November 2018. Untuk turut merayakan libur ini, lol, aku mengajak Angie ke Candi Ngempon. Dia kudu mengetahui bahwa di kawasan Ungaran juga ada cagar budaya berupa candi. J karena kebetulan Ranz ada di Semarang, kuajak sekalian. Dan, nanggung lah kalau hanya bertiga; aku pun meminta Angie untuk mengajak Fitri untuk memboncengkan Ranz. J In fact, that is the point. LOL.
Dan, berhubung ada Ranz si pembaca peta nan handal, aku ga hanya mengajak Angie ke Candi Ngempon, namun sekaligus menyambangi curug yang kukunjungi bulan Juli kemarin bersama para gadis pelor naik sepeda, Curug Gendhing Asmara. 

Kita berangkat dari kos Ranz sekitar pukul setengah sepuluh pagi. Aku memilih Curug Gendhing Asmara sebagai tujuan pertama, karena lebih dekat dari Semarang. 
 
CURUG GENDHING ASMARA 
 
Meski sudah pernah kesini, aku ga yakin apakah aku bisa menemukan lokasi ini dengan mudah. :D Belak beloknya keterlaluan seringnya. LOL. Mungkin aku harus mencoba kesini sendirian, baru aku akan mengingatnya dengan baik. LOL. Karena kita berempat kesini naik sepeda motor, tak ada tanjakan yang sulit dilewati. Hahahahah … 
 



Aku lupa tidak memperhatikan jam berapa kita sampai di destinasi wisata yang bisa dikatakan cukup baru ini. Yang pasti bisa dianggap lumayan pagi karena lokasi masih lumayan sepi, tidak sebanyak yang kubayangkan. Waktu berkunjung kesini bulan Juli 2018 lalu kita sempat bertemu dengan seseorang yang mengaku salah satu penggiat pertama agar curug ini dikembangkan menjadi destinasi wisata dengan menyediakan spot-spot yang instagrammable. Maklum, di zaman social media seperti sekarang, semua wisatawan ingin berkesempatan mengambil gambar dengan latar belakang yang menarik untuk diunggah di akun social media masing-masing. 
 
Meski awalnya Angie sempat terlihat kecewa, “Ma … kok kesannya kayak kuburan?” tanyanya. (Ini gegara dia lihat satu warung di dekat tempat parkir yang ditutupi dengan ‘mmt’ dengan tulisan “Ziarah”. LOL. Akhirnya kulihat dia lumayan menikmati suasana juga, dengan memotret disana sini, mungkin juga menyuting disini sana. Tentu juga selfie lah. Maklum, anak muda. LOL. Foto yang cantik tidak melulu butuh lokasi wisata yang indah dilihat, namun pengambilan sudut foto juga menentukan. J






Kita meninggalkan curug sekitar pukul 12.00. Tujuan berikutnya adalah Candi Ngempon, Karangjati. Untuk menuju kesana, setelah ngecek google map, Ranz memilih lewat Ngobo, dimana kita melewati ALASKA alias Alas (Hutan) Karet. Tidak kita sangka ketika sampai disana, banyak orang yang berhenti dan berfoto-foto, atau bersantai-santai. Ada beberapa orang yang mencoba mencari nafkah dengan berjualan makanan dan minuman. Waaah … Tentu saja kita berempat berhenti untuk berfoto-foto. J









Ketika kita berada di Curug, suasana panas. Namun ketika kita sampai di Candi Ngempon, mendung datang, bahkan kadang telah terasa rerintik gerimis menyapa. Setelah memarkir sepeda motor di tempat parkir, kita berjalan menuju kawasan candi. Jalan setapak menuju kawasan candi masih sama, belum banyak perbaikan, mungkin karena pemerintah daerah tidak berupaya membuat Candi Ngempon sebagai satu destinasi wisata, beda dengan Gedong Songo.

Meski jalan setapak tidak menunjukkan perbaikan, yang mengherankan, kita melihat ada beberapa pengunjung lain di area candi. Wah … Tahun 2012 lalu waktu aku dan Ranz kesini, yang terlihat dolan kesini hanya beberapa anak mengenakan seragam sekolah, yang nampaknya kabur dari sekolah untuk pacaran. LOL. Tahun lalu waktu aku kesini sendiri naik sepeda, aku sama sekali tidak melihat pengunjung lain. :D

Mendung kian pekat setelah kita memutuskan untuk meninggalkan area candi. Aku mengajak Angie mampir ke Petirtaan Derekan yang terletak di seberang sungai. Petirtaan ini juga merupakan cagar budaya. Konon dibangun bersamaan dengan candi Ngempon. Pengunjung petirtaan ini lebih banyak lho ketimbang candi. J Bahkan satu keluarga yang datang bersamaan dengan kita (waktu menuruni jalan setapak dari tempat parkir) juga kesini untuk berendam di air hangat Petirtaan Derekan, bukan untuk mengunjungi candi. J

Saat kita menikmati makan siang di satu kantin di petirtaan (aku pesan sepiring pecel sayur tanpa nasi, Angie, Fitri dan Ranz kompak memesan mie instan), hujan turun dengan lebat. Wahhh .. dejavu deh. Tahun 2012 dulu waktu kita makan di sini, hujan juga turun dengan lebat. Dan karena malas menuntun sepeda melewati jalan setapak yang licin dan berumput, aku dan Ranz meninggalkan lokasi itu lewat jalan masuk menuju Petirtaan Derekan, ke arah Selatan, bukan balik ke jalan kita masuk candi. Walhasil lebih jauh dan … nanjak! LOL.

Satu jam kemudian hujan berhenti. Syukurlah. Saat kita kembali berjalan kaki menuju tempat parkir. Karena jalan keluar dari tempat parkir ke pintu gerbang sempit dan kadang curam (tanjakan/turunan) aku memutuskan untuk berjalan kaki menuju pintu gerbang, biar Fitri dan Angie naik sepeda motor sendiri, tanpa terbebani yang duduk di boncengan.

Perjalanan pulang menuju Semarang lancar dan kita tidak digoda hujan. Hanya aku mengantuk. LOL.

Lumayaaan, ada tambahan stok foto untuk diunggah di akun instagram maupun facebook. I do love red-letter days. LOL.

Gizi 14.50 23/11/2018

No comments: