Wednesday, March 13, 2024

Nyepi Holiday Day 2: Kampung Batik Laweyan

 

in action di depan Cafe 1956

11 Maret 2024 ~ Senin

 

Ini adalah hari libur Nyepi. Fitri pulang terlebih dahulu, sekitar jam 08.00 meninggalkan rumah Ranz, sementara aku masih mlungker di kamar, lol. How nice ya, tapi kurang sehat, lha kurang gerak. Hahahaha …

 

Jam 08.30 aku mandi, setelah itu gantian Angie yang mandi. Aku sempat bilang ke Ranz aku ingin mengajak Angie makan di RM Kusuma****. Namun akhirnya kami 'hanya' ke Saudagar Laweyan, kami cukup tinggal jalan kaki saja. Kali ini Ranz mengajakku blusukan ke kampung-kampung yang di sana masih ada rumah-rumah lawas. Sebenarnya Ranz juga ingin menunjukkan rumah yang ada bunker-nya, tapi dia sendiri lupa letaknya di mana.

 

Aku dan Angie pulang naik travel arag*n pukul 16.00.

 

PT56 11.20 13/03/2024

 




satu masjid lawas yang dibangun tahun 1945 di kawasan Kampung Batik Laweyan

di lantai 2 Saudagar Laweyan







kampung pembuatan ledre pisang

Nyepi Holiday Day 1: Lokananta

Musik Indonesia, dari Masa ke Masa



Gegara melihat postinganku dolan ke Lokananta bulan Februari 2024, Fitri bilang ke Angie pengen berkunjung ke Lokananta juga. Sebenarnya yang pertama ingin ke Lokananta itu Lala, rekan kerja Angie. Tahun lalu Angie sudah menemani Lala ke Solo, mereka hanya dolan berdua saja, tanpa aku. Tapi karena sesuatu dan lain hal, mereka membatalkan rencana itu, mereka pergi ke tempat lain. 

 

 

10 Maret 2024 ~ Minggu

 

Fitri mengajak kami berangkat ke Solo naik KA Banyubiru. Well, sesekali ya gapapa lah, untuk pengalaman naik kereta. (Sudah cukup lama juga aku ga naik kereta api lewat jalur Grobogan - Sragen), meski kalau dihitung-hitung jika dengan naik travel, biaya yang kami keluarkan ya hanya beda sedikit.

 


Pukul 07.00 aku mengingatkan Angie untuk mendaftarkan diri di link pendaftaran Lokananta yang bisa kita dapatkan di akun IG Lokananta. Jam 07.15 kami memesan taksi online, yang baru datang 7 menit setelah itu. Untunglah perjalanan lancar, tidak ada kemacetan. Cuaca cukup cerah. Kami sampai stasiun Tawang sekitar pukul 07.35, kami turun di pintu masuk / tempat ada palang di mana pengendara kendaraan akan menekan tombol untuk mencatatkan jam kedatangan di tiket parkir. Aku mampir beli roti O terlebih dahulu untuk sarapan. Sampai di lobby jam 07.45, kami sudah dihimbau untuk masuk ke dalam. Aku buru-buru masuk sementara Angie masih menunggu kedatangan Fitri. Untunglah ketika aku sudah siap naik tangga untuk masuk gerbong 02, mereka berdua sudah berada di belakangku. Saat kami duduk, kereta berangkat. Really ON TIME. :)

 

masjid Syaikh Zayed yang sedang in di Solo

Perjalanan lancar dan kami sampai di stasiun Balapan sesuai jam yang tertera di jadual: 09.55. Keluar dari stasiun, Fitri mengajak mampir ke satu warung makan untuk sarapan. Aku dan Angie sudah sarapan di rumah, jadi kami hanya menemani, sambil ngemil satu biji tahu bakso.

 

Setelah itu, kami menimbang-nimbang untuk naik BST alias Bus Solo Transit, semacam Trans Semarang, menuju Kerten. Sebenarnya lebih mudah bagi kami untuk naik taksi online, tapi, Fitri mengajak naik BST, dan kupikir, gapapalah mencoba naik bus kota di Solo. Seumur-umur aku belum pernah je. Aku pun mengirim kabar ke Ranz. Belum ada 5 menit kami menunggu bus, Ranz menelpon bilang dia mau menjemput.

 


Menjelang pukul 11.00 kami sudah sampai di Lokananta. Kami langsung menuju ke halaman belakang Lokananta, foto-foto. Pukul 12.00 kami masuk. Tiket masuk naik limaribu rupiah, dibandingkan di bulan Februari.

 

Ternyata, ada satu ruangan baru yang belum dibuka di bulan Februari, namanya dari Ngak Ngik Ngok sampai Dheg Dheg Plas. Wahhh … mungkin itulah sebabnya harga tiket naik limaribu rupiah.

 

Setelah sesi bersama tour guide, kami bertiga masih berfoto-foto di beberapa ruangan. Ranz dan Deven ke luar, menunggu kami sambil jajan di halaman belakang Lokananta. Setelah kami bertiga selesai, Fitri memisahkan diri, dia menuju ke satu kedai kopi, entah aku lupa namanya. Semula aku mengajak Angie ke halaman belakang. Spaghetti yang kumakan di bulan Februari kemarin lumayan enak rasanya. Namun, ternyata kedai yang jualan spaghetti masih tutup. Aku pun mengajak Angie ke deretan kedai di depan.

 

dari dapur Oma, my lunch, Angie: sapi asap

Sawah*ta tempat aku dan Angie maksi

Pukul 15.00 kami sudah sampai rumah Ranz. Sementara itu, Angie dan Fitri lanjut dolan ke Pasar Klewer dengan pinjam motor mbak Niken.

 

Malamnya, kami makan di satu warung penyetan di dekat rumah Ranz. Setelah itu, Ranz menawariku apakah aku ingin ke pak Basuki namun perutku terlalu penuh, ga mampu lagi kuisi meski hanya segelas teh nasgitel yang yummy. Aku mengajak yang lain jalan-jalan sekedar menunggu isi perut untuk turun, sebelum balik ke rumah.

 


 















Monday, March 04, 2024

BERSUKARIA WALK 3 MARET 2024

 

kami berempat di teras rumah NH Dini

Di hari Minggu 3 Maret 2024, aku mengajak Angie, Rani -- keponakan -- dan Noek adikku untuk ngikut acara 'Bersukaria Walk' yang diadakan oleh komunitas 'Bersukariawalk' yang bekerja sama dengan Collabox yang mengadakan event bertajuk "Dini, Kita, Nanti" untuk memperingati tanggal ulang tahun NH Dini yang jatuh pada tanggal 29 Februari.

 

Kami berkumpul di Thamrin Square pukul 09.00. setelah menunggu beberapa peserta yang datang agak belakangan, rombongan kami (rombongan kedua, yang pertama sudah berangkat tepat jam 09.00), pun memulai berjalan sekitar pukul 09.15. yang pertama kami kunjungi adalah relief yang menceritakan tentang pembangunan Masjid Taqwa, Sekayu, yang legendaris. Menurut relief yang ada, masjid -- yang konon awal mula dibangun 'hanya' berupa surau, jadi ukurannya lebih kecil dari masjid pada umumnya -- pertama kali dibangun pada tahun 1413 oleh Kyai Jamal, murid Sunan Gunung Jati. Kyai Jamal membangun surau ini untuk tempat singgah dalam perjalanannya menuju Demak, untuk membangun Masjid Agung Demak. Praktis, usia surau yang terletak di kampung Sekayu ini lebih tua ketimbang Masjid Agung Demak.

 

(Untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang Masjid Taqwa ini, sila klik link ini.)

 

Dari relief itu, kami menuju Masjid Taqwa yang sekarang terletak di tengah perkampungan yang padat penduduknya. Konon sekian abad lalu, tempat itu dipenuhi pohon-pohon besar. Dari masjid legendaris ini kami menuju rumah tinggal NH Dini saat masih kecil. Alhamdulillah ketika kami tiba, seorang perempuan yang sudah nampak cukup senior usianya mempersilakan kami masuk ke halaman, dan berfoto-foto di teras rumah yang sejuk itu, meski di luar cukup panas.

 

Dari sini, kami kembali menuju Masjid Taqwa, namun di belakangnya, dimana ternyata di situ ada 2 makam, yang satu makam Nyai Jamal -- istri Kyai Jamal -- dan satu makam lagi, yang konon biasa membantu Nyai Jamal. Makam Kyai Jamal sendiri mungkin berada di Cirebon, mengingat dia dari Cirebon. Kemudian kami lanjut berjalan ke arah gang yang terletak di samping Paragon Mall, lalu menyeberang Jl. Pemuda yang di zaman Belanda namanya Jl. Bodjong.

 

Oleh tour guide -- nama panggilannya Surya, mahasiswa jurusan Komunikasi UNDIP -- kami diajak lewat Basahan, jalan 'pintas' untuk menuju Jl. Pierre Tendean. Aku baru tahu bahwa pahlawan revolusi satu ini pernah tinggal di kota Semarang setelah di ujung Jl. Pierre Tendean dibangun taman dengan patung Kapten Pierre Tendean. Surya bilang, gereja yang terletak di Jl. P Tendean itu dulunya adalah rumah tempat tinggal P Tendean ketika tinggal di Semarang saat duduk di bangku SMP dan SMA. Dia bersekolah di SMP N 1 dan SMA N 1 Semarang.

 

Dari sana, Surya mengajak kami mampir di 3 bangunan yang terletak berjejer, yakni 'Griya Wulan', (Wulan = warga lanjut usia), namun tidak banyak informasi yang bisa disediakan oleh Surya, kemudian kami juga berhenti di depan Radjawali Semarang Cultural Center, di mana aulanya bisa disewa untuk mengadakan berbagai macam event, plus satu lagi gedung, tapi, aku lupa, lol.

 

Setelah beristirahat sebentar di depan satu minimarket di ujung Jl. Pierre Tendean -- sekalian memberi kesempatan peserta yang butuh ke toilet atau jajan sesuatu di minimarket itu -- kami menyeberang menuju Jl. Indraprasta. Tujuan pertama kami adalah Sentra Kuliner Abimanyu. Kami beristirahat lagi di taman yang terletak di samping gerbang masuk, sambil menunggu mereka yang jajan-jajan.

 

Dari sini, kami diajak berputar menuju Jl. Sadewa di mana kata Surya duluuu terletak stasiun kereta (barang?) yang datang dari arah Barat (Cirebon), namun sekarang sudah tidak ada jejaknya sama sekali, sudah dipindah ke Stasiun Poncol. Dari area Sadewa, kami berjalan menuju Collabox.

 

Demikianlah kisah kami berjalan-jalan sambil bersukaria di kota sendiri.

 

PT56 15.11 4 Maret 2024