Monday, March 04, 2024

BERSUKARIA WALK 3 MARET 2024

 

kami berempat di teras rumah NH Dini

Di hari Minggu 3 Maret 2024, aku mengajak Angie, Rani -- keponakan -- dan Noek adikku untuk ngikut acara 'Bersukaria Walk' yang diadakan oleh komunitas 'Bersukariawalk' yang bekerja sama dengan Collabox yang mengadakan event bertajuk "Dini, Kita, Nanti" untuk memperingati tanggal ulang tahun NH Dini yang jatuh pada tanggal 29 Februari.

 

Kami berkumpul di Thamrin Square pukul 09.00. setelah menunggu beberapa peserta yang datang agak belakangan, rombongan kami (rombongan kedua, yang pertama sudah berangkat tepat jam 09.00), pun memulai berjalan sekitar pukul 09.15. yang pertama kami kunjungi adalah relief yang menceritakan tentang pembangunan Masjid Taqwa, Sekayu, yang legendaris. Menurut relief yang ada, masjid -- yang konon awal mula dibangun 'hanya' berupa surau, jadi ukurannya lebih kecil dari masjid pada umumnya -- pertama kali dibangun pada tahun 1413 oleh Kyai Jamal, murid Sunan Gunung Jati. Kyai Jamal membangun surau ini untuk tempat singgah dalam perjalanannya menuju Demak, untuk membangun Masjid Agung Demak. Praktis, usia surau yang terletak di kampung Sekayu ini lebih tua ketimbang Masjid Agung Demak.

 

(Untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang Masjid Taqwa ini, sila klik link ini.)

 

Dari relief itu, kami menuju Masjid Taqwa yang sekarang terletak di tengah perkampungan yang padat penduduknya. Konon sekian abad lalu, tempat itu dipenuhi pohon-pohon besar. Dari masjid legendaris ini kami menuju rumah tinggal NH Dini saat masih kecil. Alhamdulillah ketika kami tiba, seorang perempuan yang sudah nampak cukup senior usianya mempersilakan kami masuk ke halaman, dan berfoto-foto di teras rumah yang sejuk itu, meski di luar cukup panas.

 

Dari sini, kami kembali menuju Masjid Taqwa, namun di belakangnya, dimana ternyata di situ ada 2 makam, yang satu makam Nyai Jamal -- istri Kyai Jamal -- dan satu makam lagi, yang konon biasa membantu Nyai Jamal. Makam Kyai Jamal sendiri mungkin berada di Cirebon, mengingat dia dari Cirebon. Kemudian kami lanjut berjalan ke arah gang yang terletak di samping Paragon Mall, lalu menyeberang Jl. Pemuda yang di zaman Belanda namanya Jl. Bodjong.

 

Oleh tour guide -- nama panggilannya Surya, mahasiswa jurusan Komunikasi UNDIP -- kami diajak lewat Basahan, jalan 'pintas' untuk menuju Jl. Pierre Tendean. Aku baru tahu bahwa pahlawan revolusi satu ini pernah tinggal di kota Semarang setelah di ujung Jl. Pierre Tendean dibangun taman dengan patung Kapten Pierre Tendean. Surya bilang, gereja yang terletak di Jl. P Tendean itu dulunya adalah rumah tempat tinggal P Tendean ketika tinggal di Semarang saat duduk di bangku SMP dan SMA. Dia bersekolah di SMP N 1 dan SMA N 1 Semarang.

 

Dari sana, Surya mengajak kami mampir di 3 bangunan yang terletak berjejer, yakni 'Griya Wulan', (Wulan = warga lanjut usia), namun tidak banyak informasi yang bisa disediakan oleh Surya, kemudian kami juga berhenti di depan Radjawali Semarang Cultural Center, di mana aulanya bisa disewa untuk mengadakan berbagai macam event, plus satu lagi gedung, tapi, aku lupa, lol.

 

Setelah beristirahat sebentar di depan satu minimarket di ujung Jl. Pierre Tendean -- sekalian memberi kesempatan peserta yang butuh ke toilet atau jajan sesuatu di minimarket itu -- kami menyeberang menuju Jl. Indraprasta. Tujuan pertama kami adalah Sentra Kuliner Abimanyu. Kami beristirahat lagi di taman yang terletak di samping gerbang masuk, sambil menunggu mereka yang jajan-jajan.

 

Dari sini, kami diajak berputar menuju Jl. Sadewa di mana kata Surya duluuu terletak stasiun kereta (barang?) yang datang dari arah Barat (Cirebon), namun sekarang sudah tidak ada jejaknya sama sekali, sudah dipindah ke Stasiun Poncol. Dari area Sadewa, kami berjalan menuju Collabox.

 

Demikianlah kisah kami berjalan-jalan sambil bersukaria di kota sendiri.

 

PT56 15.11 4 Maret 2024

 














No comments: