Rabu 21 Februari 2007, aku menghadiri rapat orang tua siswa dengan sekolah di sekolah Angie, SMA N 3 Semarang. FYI, mulai tahun ajaran 2006/2007, SMA N 3 Semarang mendapatkan kepercayaan dari pemerintah Jawa Tengah untuk menjalankan program SNBI (Sekolah Nasional Berstandar Internasional). Kepercayaan ini tentu saja tidak datang tiba-tiba, namun didasarkan atas prestasi SMA N 3 Semarang selama ini yang selalu menjadi sekolah unggulan, yang mencetak bibit-bibit unggul. Salah satu alumni SMA N 3 Semarang yang sangat dibanggakan adalah Sri Mulyani, salah satu dari sedikit menteri perempuan yang sampai saat ini dimiliki oleh Indonesia.
Darimanakah bibit-bibit unggul tersebut berasal? Tentu saja berasal dari calon-calon siswa yang setiap tahun berduyun-duyun datang mendaftar. Dari hasil test maupun saringan hasil NEM tertinggi, SMA N 3 mendapatkan calon bibit unggul tersebut. Siswa-siswa yang bersekolah di SMA N 3 Semarang tidak melulu hanya dari mereka yang berdomisili di Semarang, namun juga berasal dari kota-kota sekitar, misal Purwodadi, Demak, dan Ambarawa, dan beberapa kota lain. Tentu mereka yang diterima di SMA N 3 adalah siswa-siswa yang memang dari sononya memiliki kualitas bagus, namun di kota asal mereka tidak mendapatkan sekolah yang mereka (atau orang tua mereka) pikir cukup berkualitas, sehingga mereka pun hijrah ke Semarang dan melanjutkan sekolah ke SMA N 3.
Cara penyaringan siswa begini memberikan dampak kecemburuan sosial atas sekolah-sekolah lain yang terletak di segala penjuru kota Semarang. Siswa-siswa berkualitas yang berdomisili dekat dengan sekolah-sekolah tersebut tidak melirik sekalipun untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah yang (sayangnya) memiliki kualitas pas-pasan. Mereka berbondong-bondong belajar di SMA N 3, meskipun lokasi rumah dengan sekolah lumayan jauh.
Inilah sebabnya pada penerimaan siswa baru sekolah negeri tahun ajaran 2006/2007 diberlakukan sistem rayonisasi, sehingga siswa-siswa hanya bisa melanjutkan ke sekolah-sekolah yang letaknya satu rayon dengan tempat tinggal mereka. Seandainya mereka ingin menyeberang rayon, mereka harus memiliki NEM yang tinggi. Prosentase penerimaan siswa dalam dan luar rayon adalah 60%:40%. Sekolah-sekolah harus memprioritaskan calon-calon siswa yang berdomisili di dalam rayon, hingga mencapai 60% dari keseluruhan jumlah calon siswa yang akan diterima, baru menerima calon-calon siswa yang berdomisili di luar rayon.
Namun, ternyata sistem rayonisasi seperti ini berdampak buruk bagi SMA N 3 meskipun menguntungkan bagi sekolah-sekolah negeri yang lain, karena akhirnya mereka mendapatkan calon-calon bibit unggul yang kebetulan tidak dapat diterima di sekolah-sekolah favorit, salah satunya SMA N 3. Untuk memenuhi prosentase 60% tersebut, SMA N 3 terpaksa menerima calon-calon siswa yang memiliki NEM rendah. (Catatan: SMA N 3 terletak di satu lokasi dimana memang jarang ada tempat tinggal, kebanyakan adalah bangunan kantor, maupun pusat-pusat keramaian lain. Dengan pemekaran kota Semarang, tentu saja lebih banyak tempat tinggal yang terletak di pinggiran kota.)
Hal ini membuat pihak sekolah keberatan karena dengan input yang kurang bagus, mereka harus menerapkan sistem SNBI. Untuk memenuhi sistem SNBI, selain SMA N 3 harus menyediakan sarana dan prasarana yang memadai (misal: ruang kelas harus ber-AC, setiap kelas dilengkapi dengan komputer dan LCD yang terhubung ke internet, plus kenyamanan-kenyamanan lain yang mungkin setara dengan sekolah di luar negeri), kurikulum pilihan, ada beberapa pelajaran yang disampaikan dalam bahasa Inggris, yang berarti harus menyiapkan human resources yang memadai.
Setiap kali aku menghadiri rapat orang tua siswa-sekolah, kepala sekolah tidak pernah bosan-bosannya mengeluhkan masalah ini input yang kurang memadai, namun harus mengikuti sistem SNBI.
Rapat hari Rabu kemarin membahas tentang persiapan penjurusan setelah naik ke kelas 2. Jika dalam waktu beberapa tahun terakhir ini SMA N 3 tidak membuka jurusan Bahasa, tahun ini SMA N 3 membuka jurusan yang sudah lama dianaktirikan ini, dengan alasan mengingat input yang sangat bervariasi. Sekolah tidak lagi bisa memaksakan siswa untuk hanya masuk ke dua jurusan IPA dan IPS.
Rapat dimaksudkan untuk memberitahukan kepada orang tua siswa untuk mempersiapkan anak-anaknya sebaik mungkin, sembari mengingat minat, bakat, dan kemampuan masing-masing. Mengapa? Karena sering terjadi seorang anak memilih jurusan yang dianggap bergengsi—IPA—bukan karena minat dan bakat si siswa, namun karena gengsi orang tua. Dengan mengingatkan bahwa input tahun ini tidak atau kurang bagus dibanding tahun-tahun lalu, pihak sekolah ingin bahwa para orang tua juga memaklumi hal ini. tidak lah serita merta seorang anak yang biasa-biasa saja kemampuannya tiba-tiba menjadi luar biasa setelah bersekolah di SMA N 3.
Sementara itu, berdasarkan hasil rapot semester I, memang terlihat dengan jelas gap nilai yang didapatkan oleh siswa-siswa yang NEM nya cukup tinggi (SMA N 3 menggunakan tolok ukur yang mereka pakai pada penerimaan siswa baru tahun ajaran 2005/2006 yakni minimal NEM 26) dengan mereka yang NEM nya di bawah itu.
Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh SMA N 3 selama semester 1 kemarin untuk meningkatkan prestasi akademik siswa adalah dengan memberlakukan matrikulasi mata-mata pelajaran tertentu yang dirasa kurang dikuasai oleh siswa. Matrikulasi dilakukan pada jam ke-0 alias pukul 06.45-07.00. Selain itu juga dengan mengadakan her alias mengulang tes seandainya nilai tes yang didapatkan se belumnya berada di bawah standar kelulusan yakni nilai 75.
Semester 2 ini baru berjalan selama satu bulan. Akankah pemberian matrikulasi (atau pelajaran tambahan) dan pemberlakuan her akan meningkatkan prestasi akademik para siswa yang tatkala masuk SMA N 3 memiliki NEM yang pas-pasan? Pihak sekolah memberitahukan bahwa seorang siswa akan tinggal kelas jika dia mendapatkan nilai kurang dari 75 untuk lebih dari 3 mata pelajaran.
PT56 23.55 210207
No comments:
Post a Comment