Monday, February 10, 2025

Hello Banyuwangi! Day 4 and 5

 



Day 4 Senin 27 Januari 2025

 

Pagi ini kami nyantai seperti satu hari sebelumnya. Kami sarapan di homestay dengan menu roti panggang isi sayuran dan lauk telur orak-arik. Untuk buah, tuan rumah menyediakan salak dan semangka. Karena hari ini kami akan ke Rogojampi -- desa kelahiran ayahnya Ranz, sekitar 17 kilometer dari homestay tempat kami menginap -- aku bikin kopi hitam setelah sarapan agar aku alert sepanjang perjalanan. Di ruang makan disediakan air dispenser, kopi, teh dan gula. Bagi yang butuh minum teh atau kopi, mereka bisa membuatnya sendiri.

 

Penampakan ruang makan dari ruang tengah

Kami meninggalkan penginapan sekitar pukul 09.45. Karena aku sudah minum kopi di homestay, dalam perjalanan ke Rogojampi, saat mampir ke satu minimarket, hanya Angie yang membeli kopi. Dia memilih kopi 'baper' a.k.a kopi yang bisa diBAwa PERgi sehingga kami ga perlu nongkrong di situ.

 

Ranz bercerita ketika dia kecil -- kakek neneknya masih ada -- biasa diajak 'mudik' ke Rogojampi oleh orangtuanya saat lebaran, naik kereta api. Setelah kakek neneknya meninggal, Ranz dan keluarga nyaris tidak pernah ke sana lagi. Selain 'bernostalgia' dengan area ex rumah kakek neneknya, Ranz juga sempat membeli satu masakan lokal Banyuwangi - sega cawuk -- yang biasa dia makan dulu. Sebenarnya awalnya aku berniat untuk ikut mencicipi, sayangnya saat Ranz jajan itu, perutku rasanya sangat kenyang.

 

Setelah Ranz selesai makan sega cawuk, dia sempat masuk gang tempat dulu rumah kakek neneknya, paklik bulik, pakde bude terletak, kemudian kami kembali ke arah kami datang -- Banyuwangi.

 

Tujuan selanjutnya hari ini merunut ke keinginan Deven: Banyuwangi Park. Waktu melihat Banyuwangi Park ini -- saat kami menuju de Jawatan di hari Sabtu -- Ranz bilang ke Deven bahwa itu sejenis Ibarbo Park. Jelas Deven langsung pengen dolan ke situ. Kami membeli tiket terusan, harganya Rp. 50.000,00 per orang.

 

Bedanya dengan Ibarbo Park?

 

Banyuwangi menyediakan satu bagian yang merupakan wahana edukasi untuk anak-anak, ini sedikit mirip dengan 'Rumah Pintar' yang ada di Jogja, ada beberapa 'alat' edukasi untuk mengenalkan anak-anak pada reaksi fisika, termasuk ada spot uji coba jika ada gempa bumi maupun jika ada angin puting beliung.  Juga ada satu spot untuk mencoba belajar membatik.

 

Selain wahana edukasi, ada 'miniature' destinasi wisata Banyuwangi di sini, seperti Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Sukamade a.k.a Meru Betiri, pulau Tabuhan, hutan de Jawatan, Blue Fire di kawah Ijen. Juga terdapat rumah ada orang Osing -- orang asli Banyuwangi.

 


 

'amusement park' juga ada di sini. Angie dan Deven sempat naik 'spinning coaster'; Angie mencoba naik 'kursi terbang' entah apa itu namanya, lol. Kami berempat sempat naik bom bom car, kebetulan antrinya tidak sebegitu mengerikan, lol, dibandingkan saat kami ke Ibarbo Park.

 

Saat kami berniat meninggalkan lokasi, di dekat pintu keluar, kami 'baru' melihat spot Rumah Kaca, kami pun masuk ke situ. Di sebelah Rumah Kaca, ada 4 dimension cinema, kami pun masuk. Yang terakhir -- mengikuti keinginan Deven -- kami masuk ke Rumah Santet, lol.

 


Otw balik ke penginapan, aku mengajak mampir ke RM sego tempong Mbok Wah, sesuai pesanan beberapa kawan untuk mencoba masakan di sana. Lokasinya terletak sekitar 7 km dari Banyuwangi Park. We found the place. Unfortunately, saat kami sampai di sana, antrian pengunjung telah lumayan panjang. Ranz itu paling anti disuruh mengantri seperti ini, lol. Saat masuk antrian, Angie berbisik, "Ma … jangan-jangan ini hanya sejenis nasi jamblang di Cirebon itu?" Nah lo. Aku pun mengatakan hal ini ke Ranz, dia pun mengiyakan. "Lha memang hanya seperti itu kok." katanya.

 

Satu hal yang semakin membuat Ranz ill feel adalah cara si penjual melayani pembeli. Hanya ada seorang penjual yang melayani, saat satu orang pembeli di depan si penjual, terjadi percakapan, misal, "mau yang ini atau yang itu? Pedasnya seberapa? Oh atau yang ini saja?" hal yang jelas membuat prosesnya kian lama. Lha masih mending di antrian nasi jamblang. Masing-masing pengunjung mengambil lauk yang diinginkan, tidak perlu ada satu orang yang melayani puluhan pengunjung. Setelah selesai, dia bawa piring dan isinya ke kasir. Kasir akan langsung menghitung, dan menentukan berapa harganya. Si pembeli membayar. Selesai.

 

Karena penasaran, Angie dan Ranz sempat melihat-lihat lauknya masih ada apa saja. Ternyata tidak banyak. Itu sudah mendekati jam setengah lima sore. Maklum jika persediaan lauk sudah menjelang habis. Akhirnya? Kami pergi, tidak jadi makan di situ. Lol.

 

Aku bilang ke Ranz untuk langsung pulang ke homestay saja. Nanti cari makan di daerah situ. Ternyata Ranz berpikir bahwa aku masih ingin makan sego tempong. Dia mencari jalan -- di google maps -- menuju RM sego tempong Mbok Nah. Aku yang ga ngeh, ngikutin saja instruksi yang diberikan Ranz, belok kiri, belok kanan, lurus, bla bla bla. Setelah menjelang sampai, Ranz bilang, "Itu di depan, sebelah kanan. Kita tinggal menyeberang." aku yang bingung tidak melihat keberadaan homestay tempat kami menginap jadi gagap, lol.

 

"Ini kita mau di mana? Homestay kita mana?" tanyaku.

 

"Loh, kamu bilang kamu pengen makan sego tempong?" jawabnya.

 

"Engga! Ga usah! Kita pulang saja ke homestay. Kita makan di sembarang tempat saja!" jawabku, apalagi dia sambil mengeluh kasihan Deven sudah kelaparan. Aku jadi emosi. Lol.

 

"Piye to iki? Tiwas tak golekke dalan tekan kene! Ngertio mau langsung mulih!" serunya. Lol.

 

Begitulah kami. Lol. Angie berkomentar, "Kalian itu kurang komunikasi, merasa sudah saling paham padahal tidak!"

 

Sore itu akhirnya kami mampir di satu rumah makan, yang berjualan beberapa jenis masakan. 'lucu'nya saat kami berempat tiba di sana, kami berbarengan dengan satu rombongan orang yang sebelumnya juga ke RM Mbok Wah. Ini berarti mereka juga meninggalkan RM Mbok Wah saat tahu bahwa persediaan masakan di sana tinggal sedikit.

 

Di RM ini -- aku lupa memperhatikan namanya -- kami memesan satu ikan gurame bakar seharga Rp. 85.000,00. Angie yang sebenarnya kurang menyukai ikan bakar, tidak memesan jenis masakan lain saat tahu harga ikan gurame itu 'segitu', lol. Deven -- yang anak kecil, meneketehe harga ikan bakar yang 'segitu' memesan bebek bakar. Harga bebek bakar ini Rp. 55.000,00. saat membayar, semua -- termasuk nasi putih, lalapan, dan minuman berupa es teh 3 gelas dan 2 botol air mineral -- Rp. 197.000,00.

 

Kami sampai di homestay sekitar pukul tujuh malam. No rain at all today meski di pagi hari cuaca sangat mendung.

 

Karena kekenyangan, aku mengajak Angie jalan-jalan di sepanjang Jalan MH Thamrin di situ, sedangkan Ranz mengajak Deven ke fitness center yang terletak tidak jauh dari homestay. Luckily it didn't rain that night.

 

That was our last night in Banyuwangi in January 2025, so we had to pack our things.

 

Day 5 Selasa 28 January 2025

 

Ranz bangun jam 04.00 dan memulai ritual paginya. Aku gantian mandi jam 04.45, lalu Deven. Terakhir Angie :)

 

Kami meninggalkan homestay tempat kami menginap selama 4 hari sekitar pukul 06.00, naik taksi online. Kami sampai di stasiun Banyuwangi Kota sekitar pukul 06.15. yang pertama kali kami lakukan adalah mampir di satu warung makan yang ada di depan stasiun. Aku dan Ranz makan satu piring berdua dengan lauk ayam suwir pedas dan kering tempe yang 'kriuk', Angie memilih telur balado sebagai lauk. Selain itu, kami juga membungkus nasi dan lauk untuk bekal kami makan di kereta api. You know, biar kami ga perlu beli makanan di kereta api yang harganya wah meski rasanya so so saja. Hoho …

 

Usai sarapan, kami berjalan ke stasiun. Sebelum masuk ke peron, aku beli roti O dulu buat ngemil dalam kereta. KA Sritanjung yang kami naiki meninggalkan stasiun Banyuwangi Kota pukul 07.15.

 

Dalam perjalanan menuju Solo, beberapa kali KA harus 'mengalah' dengan kereta lain. Meski begitu, untunglah KA Sritanjung sampai di Stasiun Purwosari pukul 19.30, hanya 10 menit terlambat dari jadual yang tertera di karcis. Mas Martin dan mbak Niken menjemput kami di stasiun, maka aku dan Angie ada yang mengantar ke pool shuttle Ara***. Aku sudah memesan 2 seat untuk keberangkatan jam 20.00.

 

Aku dan Angie sampai rumah sebelum jam 22.00. Alhamdulillah.

 

Next time, kami dolan lagiii. InsyaAllah.

 

PT56 03 February 2025

 

Hello Banyuwangi! Day 3

 



Day 3 Minggu 26 Januari 2025

 

Di hari ketiga ini kami nyantai saja. Kami tidak mengambil paket tour apa pun. Sebagai ganti, kami menyewa sepeda motor dari pemilik homestay, satu hari kami membayar Rp. 100.000,00 untuk satu sepeda motor. Kami menyewa 2 motor.

 

situasi ruang makan di Dannu's Homestay, di belakang rumah ini adalah sungai


Sekitar pukul 07.45 kami diberitahu bahwa sarapan telah siap. Kami berempat pun segera menuju ruang makan. Di belakang homestay terletak sungai yang aliran airnya cukup deras sehingga suaranya terdengar sampai di ruang makan dan ruang tengah. Menu sarapan pagi ini: nasi goreng dengan lauk berupa telur rebus, berasnya istimewa: berasmati! Selain tersedia nasi goreng, tuan rumah juga menyediakan buah semangka dan pisang. 

 

menu sarapan kami

 Kami meninggalkan homestay sekitar pukul 09.45 menuju ke spot Watu Dodol Penari Gandrung. Ranz dan aku ingin bernostalgia saat kami menginap di kawasan stasiun Ketapang (yang di tahun 2015 itu bernama stasiun Banyuwangi Baru), dan mampir di spot Watu Dodol untuk foto-foto saat kami bersepeda ke TN Baluran. Otw, kami sempat mampir di satu mini market -- namanya Olivia Mart -- untuk beli cappuccino buatku dan Angie, agar kami alert.

 

kata om Didit DS, mereka yang berfoto di sini, bakal balik lagi ke Banyuwangi. Uhuy!!!

 

Kami berhenti di spot Watu Dodol dengan 'tetenger' patung penari Gandrung. Kami hanya sebentar di sini, Ranz langsung mengajak ke Grand Watu Dodol, tempat orang-orang yang mengambil paket tour ke Pulau Menjangan dan Pulau Tabuhan berkumpul sebelum menyeberang ke dua pulau itu. Untuk masuk ke GWD, kami membayar tiket Rp. 44.000,00. (satu orang Rp. 10.000,00. sedangkan yang Rp. 4.000,00 adalah biaya parkir 2 motor.)

 

It was somewhat surprising for me and Ranz. 10 tahun lalu, pantai ini merupakan pantai yang bebas dikunjungi gratis. Sekarang telah dikelola oleh pihak tertentu ternyata.

 

Namun ternyata di sini, kami tidak menemukan tempat kami bisa menyewa perahu untuk menyeberang ke pulau Tabuhan. Itulah sebabnya Ranz mengajak kami melanjutkan perjalanan menuju Bangsring.

 

Untuk masuk Bangsring, kami hanya membayar Rp. 24.000,00: satu orang cukup membayar Rp. 5000,00.

 

Kami langsung menemukan 'loket' tempat kami bisa memesan perahu untuk menyeberang ke pulau Tabuhan tak jauh dari tempat kami memarkir motor. Ini sekitar pukul 12.00. kata si penjaga loket, kami 'hanya' diminta untuk menunggu sekitar 30 menit. Harga sewa perahu Rp. 500.000,00 yang bisa dinaiki oleh maksimal 10 orang.  Sementara menunggu, kami pun jajan dulu. Aku dan Angie memesan satu porsi mie ayam, sedangkan Ranz dan Deven memesan sosis bakar.

 

Karena ternyata Angie lupa memasukkan baju ganti ke dalam backpack yang kami bawa, lol, 'terpaksa' aku membelikannya celana pendek dan satu kaos yang berbahan seperti baju renang untuk dia pakai menyeberang ke pulau Tabuhan.

 

Pukul 13.00 kami menuju loket tempat kami memesan perahu. Ternyata kami masih harus menunggu. Katanya menunggu perahu datang. Tapi, setelah satu perahu datang, kami diminta menunggu lagi. Begitu berulang kali, sehingga Angie memutuskan untuk menyanggongi loket itu, sementara aku, Ranz dan Deven duduk-duduk di satu gazebo yang terletak dekat pantai. Well, andai pantai di situ berpasir putih, tentu kami tidak perlu menyeberang ke pulau Tabuhan. Pablebuat?

 

Akhirnya kami mendapatkan perahu yang kami pesan sekitar pukul 14.00! Perahu yang kami tumpangi hari ini lebih lebar ketimbang perahu yang kami tumpangi sehari sebelumnya, untuk menuju pulau Bedil. Dalam perjalanan menuju pulau Tabuhan, kami bisa melihat gunung Baluran dari kejauhan! Kami tidak ke Baluran karena Taman Nasional satu itu sedang ditutup sampai bulan Februari.

 


 

Perjalanan dari Bangsring menuju pulau Tabuhan hanya butuh waktu sekitar 15 menit. Acara kami di sana, ya hanya foto-foto. Pasir pantai di pulau Tabuhan dipenuhi karang-karang kecil. For sure, airnya bening berkilau. Tapi, bagiku pribadi, pantai Wedi Ireng jauh lebih cantik.

 

Honestly, aku heran dengan cara penyewaan perahu ini. Mengapa tidak dibuat seperti di penyewaan perahu di Pantai Kartini Jepara untuk menyeberang ke Pulau Panjang. Ada calon penumpang datang, bayar berapa per orang, lalu diangkut perahu menuju pulau Tabuhan. Setelah itu, perahu bisa kembali lagi ke Bangsring untuk mengangkut penumpang berikutnya. Jadi, tidak ada calon penumpang yang kecewa tidak mendapatkan perahu untuk menyeberang.

 

(Waktu kami menunggu, ada satu keluarga yang datang, akan menyewa perahu. Sayangnya semua perahu sedang dipakai. (perahu-perahu yang disewa itu hakikatnya menunggu di pulau Tabuhan sampai yang menyewanya ingin kembali ke Bangsring.)  oleh si penjaga loket, keluarga ini disarankan untuk merayu Angie agar mereka kami izinkan untuk menumpang perahu yang akan kami tumpangi: kami berempat, mereka bertujuh, dua anak-anak, 5 orang dewasa. Namun Ranz khawatir jika nanti saat kami masih mau menikmati pulau Tabuhan, mereka tiba-tiba minta balik ke Bangsring, repot kan? Maka, permintaan ini kami tolak.)


Gunung Baluran dari pulau Tabuhan


 

Saat kami berada di pulau Tabuhan, kami melihat kilat menyambar di tengah laut, menandakan akan turun hujan. Kami juga melihat di satu titik jauh sudah turun hujan. Hal ini ternyata membuat Angie resah, jangan-jangan nanti dia tidak jadi bisa snorkeling.

 

Oh ya, saat kami masih jalan-jalan di pantai, si 'tukang perahu' minta izin agar perahunya bisa dipakai orang lain dulu untuk mengantar turis dari Cina (atau Jepang ya?) untuk kembali ke Bangsring. Nah kan? Harusnya kalau kami sewa, full perahu itu hanya bisa kami pakai dong? Seperti saat kami menyewa mobil, ya mobil hanya bisa kami naiki, tidak mendadak ada orang yang mau 'meminjam' untuk pergi somewhere. Inilah alasan mengapa aku dan Ranz berpikir cara pengelola Pantai Kartini Jepara 'menjual tiket' untuk menyeberang ke Pulau Panjang lebih fair untuk semua orang.

 



 

Sekitar pukul 15.30 akhirnya kami bisa meninggalkan pulau Tabuhan. Kami berhenti sebentar di satu spot snorkeling, agar Angie dan Deven bisa snorkeling. Untuk ini, kami menambah membayar Rp. 100.00,00.

 

Pukul 16.40 kami telah kembali ke Bangsring: saatnya mandi! Saat aku selesai mandi, hujan turun dengan deras! Well, kami membawa mantel sih, so it was not a big deal, meski tentu saja kami lebih ingin dalam perjalanan pulang ke homestay, kami tidak kehujanan. Tapi, apa boleh buat?

 

Rencana mau makan malam di rumah makan Padang yang sama gagal karena rumah makan itu tutup. Untung tidak jauh dari situ ada satu rumah makan yang berjualan ayam goreng/bakar dan bebek goreng/bakar. Aku dan Angie memesan ayam goreng, sedangkan Ranz dan Deven memesan bebek bakar.

 

Kami kembali ke homestay sekitar pukul 18.30.

 

Malam itu, kami menemani Angie yang ingin ngopi di café Atap Langit, yang terletak sekitar 1,5 kilometer dari penginapan kami. Kami berjalan kaki ke sana, karena kupikir lokasinya tidak jauh. Dan Angie tidak bilang bahwa jaraknya 'sejauh' itu, lol. Kalau tahu, ya kami naik motor, kan sepeda motor kami sewa dua hari. Pulangnya kami naik taksi online karena turun hujan yang cukup deras.

 

Note:

 

Jika Angie lupa membawa baju ganti saat kami berangkat ke pulau Tabuhan, Deven meninggalkan sendal jepitnya di pulau Tabuhan, berpikir bahwa ada yang membawakan sendalnya ke perahu, lol.

 

To be continued.

Thursday, February 06, 2025

Hello Banyuwangi! Day 2

 


Day 2 Sabtu 25 Januari 2025

 

Sebelum berangkat ke Banyuwangi, satu minggu sebelumnya aku telah buking satu paket private tour untuk hari Sabtu 25 Januari 2025. Paket yang aku pilih memiliki destinasi ke hutan de Jawatan (ini yang semula membuatku ingin kembali menyambangi Banyuwangi), lalu ke Pantai Mustika, Pulau Bedil, Pantai Wedi Ireng, lalu nyunset di Pantai Pulau Merah. Harga yang dipatok untuk 4 orang Rp. 2.200.000,00. seminggu sebelumnya aku diminta membayar uang muka sebesar 20%, yakni Rp. 440.000,00.

 

Mas Budy -- yang bertugas menjemput dan mengantar kami dalam private tour ini -- datang tepat pukul 07.00. (DI homestay, Ranz memesan kamar plus sarapan. Tapi karena saat itu masih terlalu pagi, sang tuan rumah mengatakan tidak bisa menyediakan sarapan.) So, kami berangkat ke hutan de Jawatan tanpa sarapan terlebih dahulu. Untungnya aku beli muffin sehari sebelum berangkat ke Banyuwangi, itu saja aku makan untuk mengisi perut. Sedangkan Angie memakan satu potong fried chicken CF* yang aku beli di stasiun Purwosari. Ranz tidak terbiasa sarapan pagi, sedangkan Deven entah dia sempat ngemil sesuatu ga ya?

 


Kami sampai di hutan de Jawatan sekitar pukul 08.15. Jarak tempuh dari homestay kami: 30 kilometer. Tiket masuk (dibayar oleh mas Budy) Rp. 44.000,00 untuk kami berempat. Dan, aku baru ngeh kalau ternyata mas Budy hanya bertugas sebagai sopir saja, tidak sekaligus sebagai juru foto, meski untuk pertama kali, dia menunjukkan spot foto yang biasa dipakai untuk foto para turis ke de Jawatan. Lalu dia membiarkan kami 'berkeliaran' di dalam hutan untuk foto-foto. Dia memberi kami waktu 60 menit.

 

Pukul 09.15 kami sudah kembali ke tempat dimana mas Budy memarkir mobil. Namun, Angie yang butuh minum kopi, minta izin untuk jajan kopi dulu di satu kantin yang terletak tak jauh dari situ. Setelah jajan kopi, kami ke toilet. Kami baru melanjutkan perjalanan ke Pantai Mustika pukul 09.45.

 

Jarak sejauh 45 kilometer kami tempuh dalam waktu satu jam. Pukul 10.45 kami tiba di pantai Mustika. Di sini mas Budy memesan makan siang untuk kami berlima. Menunya: ikan gurame bakar khas Banyuwangi, udang goreng, kerang, tempe dan tahu goreng beserta lalapannya.

 

Sekitar pukul 12.05 kami mulai naik perahu untuk menyeberang ke pulau Bedil. Pesan mas Budy: jangan membawa hape, ga usah membawa tas. Lha ini, kalau mau buat dokumentasi, bagaimana caranya tanpa hape/kamera? Sedangkan paket tour yang kami ambil tidak sekaligus menyediakan tukang motret yang akan mengabadikan kegiatan kami. Walhasil? Aku dan Angie tetap membawa hape, sedangkan Ranz tetap membawa tas 'cangklong'nya yang berisi kamera, hape, dlsb.

 


Perjalanan sekitar 25 menit dari pantai Mustika menuju pulau Bedil. Pulau ini sama sekali tidak berpenghuni, kecantikan alamnya tentu yang membuat para 'penjual' keeksotikan alam Banyuwangi menyertakan pulau Bedil sebagai salah satu destinasi yang kami kunjungi. Honestly, sebelum berangkat ke Banyuwangi, aku malah tidak sempat untuk browsing seperti apakah pulau Bedil itu. Namun sesampai sini, rasanya hatiku terbedil-bedil! Lol. I will come back to this place again next time I have time to visit Banyuwangi!

 

Selain ada 'laguna' yang terletak di satu goa, banyak spot lain yang cantik untuk dijadikan background foto-foto. Nah, di satu spot yang (mungkin dianggap) paling instagrammable, ada seorang tukang foto yang memotret para pengunjung. Untuk berfoto-foto di situ, kami harus antri karena lokasi itu cukup sempit sehingga hanya cukup 1 perahu saja yang merapat ke arah sana.

 

Otw kembali ke pantai Mustika dari pantai Wedi Ireng

Di pantai Wedi Ireng


Dari pulau Bedil, tukang perahu kembali menjemput kami dan mengantar ke pantai Wedi Ireng. Pulau dimana pantai Wedi Ireng ini terletak juga nampak sebagai pulau yang tidak berpenghuni. Butiran pasirnya yang lembut dan pemandangan ke laut lepas yang super cantik membuatku berangan-angan untuk stay di situ barang satu minggu, andai ada saluran listrik! Hihi … Ga ada koneksi internet masih tidak apa-apa, tapi aku ga mau kalau di malam hari kegelapan: ga bisa membaca buku, apalagi menulis-nulis di laptop.

 

One thing to note: perjalanan menuju pantai Wedi Ireng lebih menantang ketimbang dari pantai Mustika menuju pulau Bedil: ombaknya cukup besar -- bagi perahu mungil yang kami tumpangi -- sehingga air laut terus menerus terpercik ke dalam perahu.

 

Another thing to note: next time ambil paket tour ke sini lagi, boleh-boleh saja membawa tas berisi baju ganti, sisir dan sedikit makeup. Sayang sekali kami tidak banyak mengambil gambar karena jelas kami telah nampak super kucel, lol. Maklum, di pulau Bedil kami nyemplung di laguna untuk merasakan berenang di dalam laguna yang terletak di dalam goa. Kalau perlu, tas dimasukkan ke dalam tas kresek!


Pantai Mustika


Kami tidak lama-lama di sini. Mungkin tidak lebih dari 30 menit. Kami langsung menuju ke perahu yang kami tumpangi untuk minta diantar kembali ke panti Mustika. Kami sampai pantai Mustika sekitar pukul 15.30. tak lama setelah turun dari perahu, there was a little accident here: hape yang kumasukkan ke dalam kantong outer, jatuh nyemplung ke laut. Untung Ranz melihatnya, lalu buru-buru mengambil. Hape langsung aku keluarkan dari casingnya.

 

Kami bertiga -- aku, Angie dan Deven -- mandi di tempat bilas rumah makan tempat kami makan siang. Ranz tidak nyemplung ke laut sehingga dia tidak perlu mandi.

 

Tujuan berikutnya: Pantai Pulau Merah untuk menikmati pemandangan matahari tenggelam. Honestly, aku tidak terlalu banyak berharap karena selama seminggu sebelum itu, tiap hari hujan turun. Tapi, cuaca yang bagus seharian kami bepergian hari itu membuatku sedikit berharap. Sekitar pukul 5 sore mobil yang kami tumpangi sampai di tempat parkir pantai Pulau Merah. Ternyata o ternyata, destinasi wisata satu ini telah penuh pengunjung! Berbeda dengan pantai Mustika yang terkesan sepi.

 


Karena barusan mandi, di sini, kami tidak main air lagi. Hanya duduk-duduk di kursi satu kios tempat kami jajan es degan dan sedikit cemilan. Kala kami datang, sang mentari tidak terlihat di ufuk Barat: tertutup awan. Sekitar 20 menit kemudian, dia muncul! Alhamdulillaaah!!! Our luck!

 

Kami meninggalkan pantai Pulau Merah pukul 17.45. Kami sampai di Dannu's Homestay pukul 20.00. Jarak tempuh kami hari ini sekitar 150 kilometer pp.

 

Malam itu, kami makan malam di satu rumah makan Padang yang terletak di seberang homestay. Aku dan Angie cukup makan sepiring berdua, mengingat aku telah terbiasa skip dinner.

 

To be continued.

 

Wednesday, February 05, 2025

Hello Banyuwangi! Day 1 -- the journey

 


Finally, I got a chance to take Angie to Banyuwangi! YAY!

 

Menjelang akhir tahun 2023, aku sudah kepikiran untuk mengajak Angie ke Banyuwangi, meski belum yakin apakah Angie bisa ambil cuti dari kantornya. Rencana ini gagal ketika Ranz ngecek ketersediaan seat KA Sritanjung, padahal itu masih awal bulan Desember.

 

Menjelang akhir bulan November 2024, aku mengajak Ranz membahas ini lagi. Seperti setahun sebelumnya, kami perlu membahas bla bla bla. Ranz ngecek ketersediaan seat KA, Ranz sempat menenangkanku bahwa masih ada seat. Namun, ketika kami baru akan meyakinkan diri akan beneran berangkat, sekitar tanggal 24-25 Desember, Ranz mengabari bahwa kami lagi-lagi kehabisan tiket. Dan bulan November belum usai, lol. KA Sritanjung memang bisa dikatakan adalah salah satu kereta favorit, mengingat harganya yang sangat terjangkau.

 

Awal Januari 2025, aku mengamati tanggal merah. Wah! Ada kesempatan mewujudkan keinginan dolan ke Banyuwangi nih, ketika aku melihat ada 2 tanggal merah nyaris berurutan, yakni tanggal 27 dan 29, plus tanggal 28 dijadikan 'cuti bersama'. It was perfect!!! Ranz pun segera berburu tiket, dan alhamdulillah kali ini kami mendapatkan! Meski kami harus berangkat satu hari sebelum jadual yang kami rencanakan karena tiket KA di hari Sabtu 25 Januari itu sudah habis.

 

Day 1 Jumat 24 Januari 2025

 

Aku dan Angie meninggalkan rumah pukul 04.40 menuju pool shuttle Ara***. Alhamdulillah pagi itu tidak turun hujan, setelah hampir seminggu hujan turun sejak Subuh. Shuttle yang kami tumpangi meninggalkan pool jam 05.05. Perjalanan lancar, shuttle yang kami naiki sampai di pool Solo jam 06.45. sebelum berjalan menuju stasiun Purwosari, aku mengajak Angie ke warung nasi liwet di sebelah, untuk sarapan. Tapi, aku sarapan nasi liwet sendiri, Angie tidak berani makan masakan bersantan, khawatir kalau perutnya mules.

 



Kami sampai stasiun Purwosari sekitar pukul 07.15. Setelah Ranz dan Deven datang, kami masuk ke dalam peron sebelum pukul 07.30. sebelum KA Sritanjung datang, aku masih sempat membeli satu paket ayam goreng CF* untuk bekal dalam perjalanan. Sayangnya di stasiun Purwosari, tidak ada kedai roti yang beraroma kopi itu.

 

KA Sritanjung memasuki peron pukul 08.10, kami berempat -- bersama puluhan penumpang lain -- buru-buru masuk ke gerbong 2. Setelah kami masuk, kami terheran-heran melihat 'rak bagasi' di atas tempat duduk kami sudah penuh dengan tas-tas maupun carrier berukuran jumbo. Lalu di mana kami bisa meletakkan barang-barang kami? Kebetulan kami mendapatkan kursi yang satu deret 3 orang. Di pojok sudah ada 2 perempuan berukuran mungil telah duduk. Kami pikir, nampaknya tidak mungkin lah 2 perempuan itu yang membawa carrier berukuran jumbo itu. Di bawah kursi tempat kami duduk pun sudah ada satu carrier berukuran super panjang. Selain carrier itu, ada 2 koper berukuran mungil yang aku yakin pasti milik 2 perempuan itu.

 

Dengan bersungut-sungut, Ranz menata ulang tas-tas di rak di atas tempat duduk kami sehingga minimal kami bisa meletakkan 2 backpack yang kami bawa, 2 backpack lain lagi kita 'seselkan' di bawah tempat duduk, sedangkan koper berukuran sedang yang kubawa, diletakkan Ranz di dekat pintu masuk gerbong. Ranz menata sedemikian rupa, berjajar dengan beberapa carrier yang telah diletakkan di situ. Gile betul bawaan para penumpang ini.

 


(FYI, masing-masing dari kami berempat membawa satu backpack, sedangkan aku dan Angie juga membawa satu koper berukuran sedang. Selain itu, aku masih membawa satu tote bag berisi topi di mana di dalamnya juga kuselipkan jajanan. Ranz juga membawa satu tote bag ukuran cukup besar berisi jajanan dan air mineral.)

 

Sesampai stasiun Wonokromo, seorang penumpang datang meminta izin padaku untuk mengambil satu carrier yang dia letakkan di rak di atas tempat aku duduk, plus satu carrier yang dia letakkan di bawah kursi tempat Ranz dan Deven duduk. Kesempatan itu aku gunakan untuk menegurnya, "mas, kalau meletakkan tas bawaan itu di rak di atas tempat dudukmu sendiri, jangan di tempat lain, membuat susah orang lain meletakkan tas bawaan mereka."

 


Oh ya, kata 2 perempuan mungil yang duduk bareng kami bertiga, tiga orang laki-laki yang membawa carrier berukuran jumbo itu semula duduk di kursi tempat kami duduk. Waktu dua perempuan itu datang, akan mengklaim tempat duduk mereka, dengan enteng laki-laki itu bilang, "duduknya bebas saja mbak, di mana saja boleh."

 

ASTAGAAAH. APAKAH MEREKA BELUM PERNAH NAIK KERETA API SEBELUM INI?

 

Coba kalau aku dan Ranz yang 'dibegitukan', tentu akan kami beri pelajaran!!! Lol. Untunglah dua perempuan mungil itu dibantu orang lain yang duduk di kursi sekitar bahwa 3 laki-laki itu harus pindah dan duduk sesuai dengan nomor seat yang telah mereka beli!

 

Di perjalanan kali ini, aku malas keluar dari kereta meski aku tahu kereta akan berhenti cukup lama, terutama saat di stasiun Surabaya Kota, saat kereta api mengganti lokomotif. Beda saat kami pergi ke Bromo bulan Agustus 2023 lalu. Entahlah kali ini, aku hanya ingin duduk anteng saja di dalam kereta, kecuali jalan kaki ke toilet.

 

Setelah itu, alhamdulillah perjalanan lancar. Kami sampai di stasiun Banyuwangi Kota sesuai jadual: jam 20.15. Dari sana, kami naik taksi online menuju penginapan kami: DANNU'S HOMESTAY yang terletak di Jl. M. Husni Thamrin. Ranz memesan satu kamar berukuran cukup besar untuk kami berempat. Ada 4 bed berukuran 160 x 200, so bayangkanlah seberapa luas kamar itu. Kamar mandinya juga lumayan nyaman dengan toilet duduk dan tempat shower yang cukup luas.

 

Usai check in, aku dan Angie ke toko kelontong di seberang homestay untuk membeli air mineral. Di sebelah toko kelontong ada rumah makan Padang. Tapi waktu kami datang, rumah makan itu sudah tutup. Tak jauh dari situ, ada kios yang berjualan minuman kopi, teh dan beberapa jenis makanan. Untuk mengsi perutnya, Angie membeli sandwich. Aku beli 2, satu buat Angie, satu lagi buat Deven yang tadi di kereta bilang dia masih lapar. 

 

to be continued.