Monday, February 10, 2025

Hello Banyuwangi! Day 3

 



Day 3 Minggu 26 Januari 2025

 

Di hari ketiga ini kami nyantai saja. Kami tidak mengambil paket tour apa pun. Sebagai ganti, kami menyewa sepeda motor dari pemilik homestay, satu hari kami membayar Rp. 100.000,00 untuk satu sepeda motor. Kami menyewa 2 motor.

 

situasi ruang makan di Dannu's Homestay, di belakang rumah ini adalah sungai


Sekitar pukul 07.45 kami diberitahu bahwa sarapan telah siap. Kami berempat pun segera menuju ruang makan. Di belakang homestay terletak sungai yang aliran airnya cukup deras sehingga suaranya terdengar sampai di ruang makan dan ruang tengah. Menu sarapan pagi ini: nasi goreng dengan lauk berupa telur rebus, berasnya istimewa: berasmati! Selain tersedia nasi goreng, tuan rumah juga menyediakan buah semangka dan pisang. 

 

menu sarapan kami

 Kami meninggalkan homestay sekitar pukul 09.45 menuju ke spot Watu Dodol Penari Gandrung. Ranz dan aku ingin bernostalgia saat kami menginap di kawasan stasiun Ketapang (yang di tahun 2015 itu bernama stasiun Banyuwangi Baru), dan mampir di spot Watu Dodol untuk foto-foto saat kami bersepeda ke TN Baluran. Otw, kami sempat mampir di satu mini market -- namanya Olivia Mart -- untuk beli cappuccino buatku dan Angie, agar kami alert.

 

kata om Didit DS, mereka yang berfoto di sini, bakal balik lagi ke Banyuwangi. Uhuy!!!

 

Kami berhenti di spot Watu Dodol dengan 'tetenger' patung penari Gandrung. Kami hanya sebentar di sini, Ranz langsung mengajak ke Grand Watu Dodol, tempat orang-orang yang mengambil paket tour ke Pulau Menjangan dan Pulau Tabuhan berkumpul sebelum menyeberang ke dua pulau itu. Untuk masuk ke GWD, kami membayar tiket Rp. 44.000,00. (satu orang Rp. 10.000,00. sedangkan yang Rp. 4.000,00 adalah biaya parkir 2 motor.)

 

It was somewhat surprising for me and Ranz. 10 tahun lalu, pantai ini merupakan pantai yang bebas dikunjungi gratis. Sekarang telah dikelola oleh pihak tertentu ternyata.

 

Namun ternyata di sini, kami tidak menemukan tempat kami bisa menyewa perahu untuk menyeberang ke pulau Tabuhan. Itulah sebabnya Ranz mengajak kami melanjutkan perjalanan menuju Bangsring.

 

Untuk masuk Bangsring, kami hanya membayar Rp. 24.000,00: satu orang cukup membayar Rp. 5000,00.

 

Kami langsung menemukan 'loket' tempat kami bisa memesan perahu untuk menyeberang ke pulau Tabuhan tak jauh dari tempat kami memarkir motor. Ini sekitar pukul 12.00. kata si penjaga loket, kami 'hanya' diminta untuk menunggu sekitar 30 menit. Harga sewa perahu Rp. 500.000,00 yang bisa dinaiki oleh maksimal 10 orang.  Sementara menunggu, kami pun jajan dulu. Aku dan Angie memesan satu porsi mie ayam, sedangkan Ranz dan Deven memesan sosis bakar.

 

Karena ternyata Angie lupa memasukkan baju ganti ke dalam backpack yang kami bawa, lol, 'terpaksa' aku membelikannya celana pendek dan satu kaos yang berbahan seperti baju renang untuk dia pakai menyeberang ke pulau Tabuhan.

 

Pukul 13.00 kami menuju loket tempat kami memesan perahu. Ternyata kami masih harus menunggu. Katanya menunggu perahu datang. Tapi, setelah satu perahu datang, kami diminta menunggu lagi. Begitu berulang kali, sehingga Angie memutuskan untuk menyanggongi loket itu, sementara aku, Ranz dan Deven duduk-duduk di satu gazebo yang terletak dekat pantai. Well, andai pantai di situ berpasir putih, tentu kami tidak perlu menyeberang ke pulau Tabuhan. Pablebuat?

 

Akhirnya kami mendapatkan perahu yang kami pesan sekitar pukul 14.00! Perahu yang kami tumpangi hari ini lebih lebar ketimbang perahu yang kami tumpangi sehari sebelumnya, untuk menuju pulau Bedil. Dalam perjalanan menuju pulau Tabuhan, kami bisa melihat gunung Baluran dari kejauhan! Kami tidak ke Baluran karena Taman Nasional satu itu sedang ditutup sampai bulan Februari.

 


 

Perjalanan dari Bangsring menuju pulau Tabuhan hanya butuh waktu sekitar 15 menit. Acara kami di sana, ya hanya foto-foto. Pasir pantai di pulau Tabuhan dipenuhi karang-karang kecil. For sure, airnya bening berkilau. Tapi, bagiku pribadi, pantai Wedi Ireng jauh lebih cantik.

 

Honestly, aku heran dengan cara penyewaan perahu ini. Mengapa tidak dibuat seperti di penyewaan perahu di Pantai Kartini Jepara untuk menyeberang ke Pulau Panjang. Ada calon penumpang datang, bayar berapa per orang, lalu diangkut perahu menuju pulau Tabuhan. Setelah itu, perahu bisa kembali lagi ke Bangsring untuk mengangkut penumpang berikutnya. Jadi, tidak ada calon penumpang yang kecewa tidak mendapatkan perahu untuk menyeberang.

 

(Waktu kami menunggu, ada satu keluarga yang datang, akan menyewa perahu. Sayangnya semua perahu sedang dipakai. (perahu-perahu yang disewa itu hakikatnya menunggu di pulau Tabuhan sampai yang menyewanya ingin kembali ke Bangsring.)  oleh si penjaga loket, keluarga ini disarankan untuk merayu Angie agar mereka kami izinkan untuk menumpang perahu yang akan kami tumpangi: kami berempat, mereka bertujuh, dua anak-anak, 5 orang dewasa. Namun Ranz khawatir jika nanti saat kami masih mau menikmati pulau Tabuhan, mereka tiba-tiba minta balik ke Bangsring, repot kan? Maka, permintaan ini kami tolak.)


Gunung Baluran dari pulau Tabuhan


 

Saat kami berada di pulau Tabuhan, kami melihat kilat menyambar di tengah laut, menandakan akan turun hujan. Kami juga melihat di satu titik jauh sudah turun hujan. Hal ini ternyata membuat Angie resah, jangan-jangan nanti dia tidak jadi bisa snorkeling.

 

Oh ya, saat kami masih jalan-jalan di pantai, si 'tukang perahu' minta izin agar perahunya bisa dipakai orang lain dulu untuk mengantar turis dari Cina (atau Jepang ya?) untuk kembali ke Bangsring. Nah kan? Harusnya kalau kami sewa, full perahu itu hanya bisa kami pakai dong? Seperti saat kami menyewa mobil, ya mobil hanya bisa kami naiki, tidak mendadak ada orang yang mau 'meminjam' untuk pergi somewhere. Inilah alasan mengapa aku dan Ranz berpikir cara pengelola Pantai Kartini Jepara 'menjual tiket' untuk menyeberang ke Pulau Panjang lebih fair untuk semua orang.

 



 

Sekitar pukul 15.30 akhirnya kami bisa meninggalkan pulau Tabuhan. Kami berhenti sebentar di satu spot snorkeling, agar Angie dan Deven bisa snorkeling. Untuk ini, kami menambah membayar Rp. 100.00,00.

 

Pukul 16.40 kami telah kembali ke Bangsring: saatnya mandi! Saat aku selesai mandi, hujan turun dengan deras! Well, kami membawa mantel sih, so it was not a big deal, meski tentu saja kami lebih ingin dalam perjalanan pulang ke homestay, kami tidak kehujanan. Tapi, apa boleh buat?

 

Rencana mau makan malam di rumah makan Padang yang sama gagal karena rumah makan itu tutup. Untung tidak jauh dari situ ada satu rumah makan yang berjualan ayam goreng/bakar dan bebek goreng/bakar. Aku dan Angie memesan ayam goreng, sedangkan Ranz dan Deven memesan bebek bakar.

 

Kami kembali ke homestay sekitar pukul 18.30.

 

Malam itu, kami menemani Angie yang ingin ngopi di café Atap Langit, yang terletak sekitar 1,5 kilometer dari penginapan kami. Kami berjalan kaki ke sana, karena kupikir lokasinya tidak jauh. Dan Angie tidak bilang bahwa jaraknya 'sejauh' itu, lol. Kalau tahu, ya kami naik motor, kan sepeda motor kami sewa dua hari. Pulangnya kami naik taksi online karena turun hujan yang cukup deras.

 

Note:

 

Jika Angie lupa membawa baju ganti saat kami berangkat ke pulau Tabuhan, Deven meninggalkan sendal jepitnya di pulau Tabuhan, berpikir bahwa ada yang membawakan sendalnya ke perahu, lol.

 

To be continued.

No comments: