di tengah perkebunan teh Kemuning |
Senin 25 Desember 2023
Waktu akan berangkat ke Solo, aku bilang ke Angie, andai kami tidak jadi menginap di satu hotel di kawasan Wonosari, di hari Senin ini dia kutawari untuk dolan ke Jogja naik KRL (Angie belum melihat Malioboro yang tanpa pedagang kaki lima di sepanjang trotoarnya), atau ke Waduk Gajahmungkur naik KA BATARA KRESNA. Angie lebih memilih ke Wonogiri karena dia sudah males membayangkan KRL yang penuh sesak penumpang. Meski, jika kami naik KA Batara Kresna ini berarti kami sudah harus sampai stasiun Purwosari jam enam pagi.
Namun ternyata kami malah pergi ke area Kemuning. Ranz pikir mas Martin ga libur kerja hari ini, jadi kami berempat (aku, Ranz, Deven dan Angie) akan dolan sendiri. Karena mas Martin libur, dan aku membayangkan waduk Gajahmungkur yang panas, aku lebih memilih diajak ke tempat yang sejuk: Kemuning!
Pagi itu aku dan Ranz sarapan di soto Hj. Fatimah di Jl. Bhayangkara. Angie yang kadang menolak jika kuajak makan soto (saat di Semarang) tidak menolak jika kuajak sarapan di sini. Bukan masalah rasa sotonya yang memang segeeer dan enak, (di lidah Angie semua jenis soto sama saja rasanya, lol), tapi pasti karena banyak pilihan lauk yang tersedia di atas meja, lol. Kami hanya berdua saja ke sini, naik motor pinjam mbak Niken.
Sekitar pukul sembilan kami meninggalkan rumah Ranz menuju Kemuning. Bisa dibayangkan jalanan nan padat merayap. Dan saat kami melewati alun-alun Karanganyar hingga sampai pertigaan di mana jika kita memilih arah kiri menuju Alas Bromo aku baru ngeh mengapa Ranz complain jika kuajak ke sini: "JAUH!" loh, kok sekarang baru terasa jauh yak? Wkwkwkwk … terakhir kami berdua bersepeda ke Alas Bromo itu di tahun 2020, saat melaksanakan gowes 'virtual' jamselinas X.
Setelah melewati pertigaan yang kusebut di atas, tingkat kepadatan di jalan raya semakin terasa, hingga sampai pertigaan Karangpandan. Masih kuingat pertama kali menapaki tanjakan menuju Karangpandan di tahun 2011, saat aku dan Ranz bersepeda menuju Tawangmangu. Itu pertama kali kami nanjak yang 'benar-benar nanjak', lol. Kok ya aku kuat ya? Lol. Setelah melewati terminal Karangpandan tanjakan benar-benar terasa curam, sampai Tawangmangu! Apalagi jika kita memilih arah menuju Ngargoyoso, wogh, tanjakannya lebih 'ciamik'. Lol. Aku ga yakin apakah aku masih mampu menapakinya, meski naik Cleopatra. Maklum, sudah lama aku enggan bersepeda lewat tanjakan, lol. Nanjak Gombel terakhir ya di sekitar awal 2023, saat mempersiapkan dengkulku untuk ikut J150K 2023.
Di daerah Kemuning, setelah berputar-putar tidak jelas kami mau kemana, lol, akhirnya mas Martin menghentikan mobil di area parkir Resto Kemuning. Mbak Niken kepengen ke 'sky view' Kemuning, tapi ternyata lokasinya masih jauh dan masih harus nanjak tinggi, mas Martin ga yakin mobil bisa nanjak setinggi itu.
Ternyata pilihan berhenti di sini menguntungkan bagi Ranz. Di samping resto, ada lapangan yang cukup luas, yang ternyata dipakai untuk mendarat orang-orang yang 'bermain' paralayang. Ranz yang sudah ngebet pengen mencoba sejak kami ke puncak paralayang Waduk Gajahmungkur setahun yang lalu pun tergoda untuk naik, meski katanya dia phobia ketinggian. Setelah 'maju mundur maju mundur' jadi atau tidak, akhirnya Ranz memutuskan untuk mencoba.
Di lapangan ada satu gazebo tempat para 'pilot' yang bertugas membawa 'penumpang' paralayang beristirahat sebelum kembali ke 'puncak'. Ranz memintaku menemaninya ke gazebo dan bertanya-tanya. It costs Rp. 450.000,00 untuk 'terbang' selama kurang lebih 7 menit. Ada sebuah mobil pickup yang akan membawa calon penumpang plus pilot ke 'puncak'. Salah satu pilot itu malah menawariku untuk ikut naik ke puncak untuk melihat suasana di sana. Pulangnya aku bisa nebeng mobil pickup itu lagi.
Sesampai puncak, Ranz mendaftar, aku sempat memotret keadaan sekitar yang ramai sekali (banyak di antara pengunjung itu hanya nongkrong-nongkrong di situ menonton orang-orang yang akan terbang) sejenak. Kemudian saat mobil pickup siap-siap turun, aku ikut turun.
Siang itu tentu saja kami makan di resto Kemuning. Aku pesan nila bakar sementara Angie pesan nila asam manis. Mbak Niken dan Deven pesan lele goreng, Ranz pesan iga bakar. Mas Martin ogah makan di situ katanya.
Saat kami berkemas untuk pulang, sekitar pukul 2 siang, mendung gelap sekali. Wah, mungkin mereka yang berencana terbang naik paralayang tidak jadi karena tak lama kemudian hujan turun disertai kabut tebal.
Pukul empat kami sudah sampai rumah.
Sekitar pukul 7 malam, Angie yang sudah kelaparan mengajakku ke luar. Keluarga Ranz ada acara menghadiri undangan natalan sepupunya yang merayakan Natal. Ranz menawariku ikut, tapi aku menolak karena khawatir Angie bakal merasa kurang nyaman berada di tengah-tengah keluarga besar Ranz. Plus, aku ingin dolan ke area Balaikota untuk berfoto di hiasan-hiasan Natal yang disediakan oleh pemkot Solo.
Kenyataannya? Kami ga jadi foto-foto karena area selepas patung Slamet Riyadi itu macet total! Angie ogah kuajak berhenti memarkirkan motor di dekat area Balaikota. Ya sudah, kami pun beringsut meninggalkan area itu. Dan … jadinya kami ke Paragon mall. Kebetulan saja jalan yang kupilih menuju ke mall yang ingin dikunjungi Angie ini. Pucuk dicinta ulam tiba. (I visited this mall in 2012! Aku ingat saat aku dan Ranz iseng dolan ke situ, saat aku mencari mau beli helm sepeda. Meski begitu, tentu saja aku tidak ingat jalan menuju sana. Wkwkwkwk …
chicken cordon bleu |
Di Paragon, kami hanya numpang makan malam, lol. Kebetulan di food court lantai 4 (atau lantai 5 ya?) ada kedai Kusumasari, aku langsung mengajak Angie ke situ, dan kami berdua sama-sama pesan chicken cordon bleu. Betapa tidak kreatifnya, lol.
Pukul 10 malam kami berdua sudah sampai rumah Ranz. Sekitar 10 menit kemudian Ranz dan keluarganya kembali dari rumah sepupunya.
Hari Selasa 26 Desember sebenarnya Angie sudah ambil cuti dari kantornya. Tapi ketika dia tahu bahwa kami tidak jadi menginap di Wonosari, dan belum ada rencana apa-apa di hari Selasa itu, Angie pun setuju diajak ketemu sepupunya dari ayahnya di Semarang. Hari itu kami berdua meninggalkan Solo naik travel pukul 08.00.
Sesampai Semarang, Angie baru mengaku ternyata dia 'salah tanggal'. Ruli sepupunya mengajak ketemuan tanggal 28 Desember -- hari Kamis -- sementara Angie berpikir tanggal 28 itu hari Selasa. Lol. Akhirnya? Ya sudah. Kami leyeh-leyeh di rumah sepanjang hari itu. Ternyata kami capeeeeeeeeeeeee. Lol.
PT56 05/01/2024
P. S.:
Angie tidak mau difoto di sini, so ga ada fotonya di daerah Kemuning
No comments:
Post a Comment